SOLOPOS.COM - Mantan juara dunia pencak silat asli Blagung, Simo, Boyolali, Rony Syaifullah, di Gedung PGRI Boyolali, Selasa (27/2/2024). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Rony Syaifullah yang lahir di Desa Blagung, Kecamatan Simo, Kabupaten Boyolali, pernah mengharumkan nama Boyolali dan bangsa Indonesia dengan menjadi juara pada ajang Kejuaraan Dunia Pencak Silat (World Pencak Silat Championship).

Tak hanya satu kali ia jadi juara dunia, melainkan dua kali yakni pada 1997 dan 2000. Selain itu, ia juga enam kali menjadi juara SEA Games periode 1997-2007. Lalu, juara Pekan Olahraga Nasional (PON) pada 2000, 2004, dan 2008.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

“[Juara tiga kali PON] itu menjadi hattrick PON. Itu sejarah yang agak susah disaingi oleh yang lain,” kata Rony saat diwawacarai Solopos.com di sela-sela pertandingan silat antarpelajar di Gedung PGRI Boyolali, Selasa (27/2/2024).

Sempat melanglang buana ke berbagai negara dan menjadi jawara, ia pun pulang kampung untuk mendidik pesilat-pesilat berprestasi asal Kota Susu. Pria kelahiran 1976 tersebut memutuskan pensiun pada 2008 karena telah memiliki lisensi sebagai pelatih.

Pada 2009, kontingen pencak silat dari Boyolali membutuhkannya untuk menjadi atlet dalam ajang Pekan Olahraga Provinsi (Porprov). Merasa ingin mengabdi untuk Boyolali, juara dunia pencak silat itu pun menerima tawaran tersebut asal juga menjadi pelatih kontingen.

Usahanya berbuah tujuh medali emas yang diraih oleh kontingen pencak silat dari Boyolali pada saat itu. Kemudian, pada 2010-2018, Rony menjadi pelatih di tingkat nasional untuk tim pencak silat Indonesia.

Baru pada 2019 ia kembali ke Kota Susu lalu menjadi Ketua Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Boyolali hingga 2023. Rony juga terpilih kembali menjadi Ketua IPSI Boyolali untuk periode kedua dengan masa jabatan 2024-2028.

Awal Kenal Pencak Silat

Ia mengakui dengan pernah menjadi juara dunia, ia mendapatkan kemudahan dari sisi belajar misalnya saat menempuh S1 di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo yang dilanjut dengan S2 dan S3 di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

“Aktivitas saat ini [selain menjadi ketua IPSI Boyolali], saya kebetulan sebagai Wakil Dekan I Fakultas Keolahragaan UNS, saya juga dosen di UNS dan sehari-hari berkantor di Fakultas Olahraga, di utara Stadion Manahan [Solo],” terang dia.

Soal awal mulanya terjun menjadi pesilat, pria asal Blagung, Boyolali, itu ingat waktu kecil bayangan menjadi atlet pencak silat, bahkan menjadi juara dunia, tak pernah terlintas di pikirannya. Namun, Rony menyadari ia suka berolahraga sejak kecil.

Ia merasa talentanya dalam berolahraga diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan diasah oleh alam. Ia mengaku sejak kecil hobi berolahraga walau di tengah keterbatasan fasilitas.

Misalnya ia bermain bola dengan telanjang kaki sejak SD-SMP. Ia mengaku hampir setiap hari tidak pernah absen bermain bola. Lalu, ia juga hobi berenang walaupun hanya di sungai setempat tanpa tahu teknik apa pun.

“Baru saat SMA, sekitar 1991, saya kenal pencak silat. Namun, selama tiga tahun saya tidak pernah yang mewakili kabupaten atau apa, hanya tanding paling antarperguruan tinggi. Baru, saya masuk kuliah, saya bisa tanding antarmahasiswa, mewakili Jawa Tengah, dan ke kancah yang lebih tinggi,” kata dia.

Rony mengatakan kemajuannya dalam dunia pencak silat tak lepas dari mata elang sang pelatih. Ia akhirnya bermimpi bukan hanya menjadi pesilat juara dunia akan tetapi juga menjadi pelatih yang juga mencetak juara dunia.

Bikin Lawan Keder

Pria asli Boyolali itu mengaku bersyukur dari awal kemudian menjadi juara dunia dan akhir karier sebagai pesilat tidak ada cedera berarti. Bahkan, ia masih aktif beraktivitas olahraga selain silat seperti sepak bola. Menurutnya, seorang pesilat tidak hanya murni belajar silat akan tetapi juga olahraga lain untuk menunjang kekuatan fisik.

Tak hanya fisik, berolahraga seperti sepak bola juga dapat membantu untuk bersosialisasi dan belajar strategi di gelanggang. “Jadi semisal seorang leader atau pelatih atau manajer itu harus bermain strategi. Selain itu juga harus mencari simpati wasit juri. Asal wasit juri senang dengan performa kita, mereka akan memberikan penilaian yang maksimal,” kata dia.

Sementara itu, salah satu mantan atlet sepak bola senior yang pernah mendampingi Rony saat bertanding di Porprov Jateng di Solo, Ahmad Sukisno, mengenal laki-laki asal Blagung tersebut sebagai sosok yang tenang, religius, dan pekerja keras. Sukisno mengatakan pesilat memang butuh kepribadian yang tenang seperti Rony.

Sukisno tidak mengingat betul kapan Porprov di Solo itu berlangsung. Sukisno hanya mengingat saat itu sekitar tahun 2000-an dan pertandingan pencak silat digelar di Asrama Haji Donohudan Boyolali.

“Saat itu Rony membanting dengan mudah hampir semua lawannya. Kecuali satu atlet dari Grobogan yang berusaha mengimbangi. Mungkin yang lain sudah keder mentalnya karena melawan juara dunia,” cerita dia.

Sukisno berharap dengan dipimpin Rony, IPSI Boyolali mampu menetaskan pesilat-pesilat yang andal seperti sang ketua. “Semoga pesilat-pesilat di Boyolali nantinya bisa mengikuti jejak Rony,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya