Soloraya
Kamis, 28 September 2023 - 13:58 WIB

Kisah Penyintas TBC yang Kini Jadi Aktivis Penjangkau Pasien TBC di Boyolali

Nimatul Faizah  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pendiri komunitas Semangat Membara Berantas Tuberkulosis (Semar), Diky Kurniawan, 50, saat menghadiri acara di Hotel Front One Hotel Airport, Boyolali, Selasa (26/9/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Diky Kurniawan, 50, adalah seorang penyintas penyakit Tuberkulosis atau TBC yang pernah berada di tahap resisten obat atau RO. Kondisi itu disebabkan bakteri penyebab TBC yang bersarang di tubuh Diky sudah kebal terhadap obat lini I.

Bersyukur, pria asal Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, itu akhirnya bisa sembuh setelah melewati proses pengobatan panjang. Tak ingin orang lain mengalami hal yang sama dengan dirinya, Diky kemudian aktif menjadi pendamping pasien TBC.

Advertisement

Awalnya ia aktif menjadi pendamping pasien TBC di wilayah tempat tinggalnya di Solo. Lalu Diky memperluas jangkauan ke Boyolali dengan mendirikan komunitas Semangat Membara Berantas Tuberkulosis (Semar) Boyolali yang tidak hanya mendampingi tapi juga menjangkau pasien TBC yang lost follow up.

Penyintas TBC yang kini lebih banyak beraktivitas di Boyolali itu menceritakan ia divonis penyakit TBC RO atau Tuberkulosis Resisten Obat pada 2014. Diky menceritakan ia langsung masuk ke tahap RO pada saat itu.

Advertisement

Penyintas TBC yang kini lebih banyak beraktivitas di Boyolali itu menceritakan ia divonis penyakit TBC RO atau Tuberkulosis Resisten Obat pada 2014. Diky menceritakan ia langsung masuk ke tahap RO pada saat itu.

“Jadi sebelumnya itu saya sudah merasa demam, terus kalau malam keringatan. Saya biarin, tetap bekerja karena saya harus mencari uang untuk keluarga. Kemudian sempat juga batuk darah, saya masih berpikiran untuk bekerja untuk menghidupi keluarga saya,” cerita dia saat berbincang dengan Solopos.com, Selasa (26/9/2023).

Ia memaksakan diri tetap bekerja sampai suatu saat dia tidak bisa bergerak dan dalam kondisi lemah sehingga harus dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD dr Moewardi Solo. Setelah menjalani pemeriksaan, ia divonis menderita TBC RO.

Advertisement

Berhenti Bekerja di Pabrik

“Yang paling jelas saat itu sangat merasa enggak terima karena kalau berobat saya enggak mungkin kerja. Di situ kepikiran, untuk menghidupi keluarga bagaimana? Jadi waktu ada denial. Kemudian saat itu memang support keluarga,” jelas penyintas dan penjangkau pasien TBC di Boyolali itu.

Ia akhirnya terpaksa keluar dari pekerjaannya di pabrik percetakan untuk berobat. Diky menceritakan pengobatan TBC RO yang ia jalani total membutuhkan dua tahun. Pada delapan bulan pertama, ia mendapatkan suntikan obat setiap hari.

Lalu, selama dua tahun harus meminum 25 butir obat selama dua jam setiap hari. Selanjutnya, pada bulan ke-18 ia kontrol kesehatan, menjalani tes dahak, tes darah, dan rontgen. Dari semua tes yang dilakukan, akhirnya ia dinyatakan sembuh.

Advertisement

“Setelah itu, saya mendirikan komunitas Semar. Hal itu berangkat dari pengalaman saya seorang pasien TBC RO yang tidak segera berobat. Jadi saya memberi motivasi ke teman-teman penderita TBC yang tidak segera berobat, saya ceritakan nanti bisa seperti saya, berobatnya bakal lebih lama,” jelas dia.

Semar yang didirikan Diky sejak 2016 mendampingi pasien TBC agar rutin berobat. Dalam kegiatannya, Semar telah bekerja sama dengan dinas terkait di Boyolali, sehingga bisa menjangkau pasien-pasien lost follow up atau berhenti berobat.

Sedangkan di daerah selain Boyolali, Diky dan kawan-kawannya sesama penyintas TBC hanya mendampingi pasien. “Peran kami adalah mengurangi pasien yang lost follow up, jadi pasien yang tidak mau kembali berobat,” kata dia.

Advertisement

Diky menyebutkan pada 2022, ada 63 pasien lost follow up di Boyolali. Organisasinya bekerja keras menjangkau dan memberikan edukasi baik ke keluarga dan pasien terkait TBC.

Edukasi tentang TBC kepada Masyarakat

Menurutnya, mengedukasi keluarga pasien TBC juga penting karena berkaca dari pengalamannya, dukungan keluarga sangat penting untuk kesembuhan pasien TBC.

“Sekarang tinggal sembilan pasien lost follow up di Boyolali dari 63 orang. Turun cukup drastis, kami bertugas menjangkau mereka,” kata ayah dua anak tersebut.

Selain memberikan edukasi ke pasien TB dan keluarga, Diky mengungkapkan organisasinya juga mengadakan sosialiasi di beberapa kecamatan di Boyolali seperti di Kemusu, Wonosegoro, dan sebagainya.

Ia menegaskan pasien TBC dapat sembuh asalkan berobat secara rutin. Selain itu, penyintas TBC di Boyolali itu menilai pentingnya masyarakat yang mengalami gejala TBC untuk segera berobat. Semakin dini diketahui, maka semakin cepat diatasi.

Berdasarkan data yang diperoleh Solopos.com, temuan kasus TBC di Boyolali periode Januari-September 2023 meningkat dibandingkan sepanjang 2022. Dinas Kesehatan (Dinkes) Boyolali mencatat pada 2022 terdapat 845 temuan kasus TBC, sedangkan pada Januari-26 September 2023 hampir menyamai, yaitu 799 kasus.

Kepala Dinkes Boyolali, Puji Astuti, mengungkapkan hal tersebut sebagai kenaikan temuan sebab belum mencapai akhir tahun.

“Tidak usah terlalu takut bahwa penemuan kasusnya menjadi banyak kemudian menjadi jelek. Tidak, justru menjadi banyak itu karena ketemu lebih awal sehingga penanganannya akan lebih baik,” ujar Puji saat ditemui wartawan di Hotel Front One Airport Boyolali, Selasa (26/9/2023) siang.

Puji menghadiri acara itu sebagai narasumber dalam kegiatan yang diselenggarakan Non-Governmental Organization (NGO) yayasan yang bergerak di bidang TBC, Mentari Sehat Indonesia (MSI) Boyolali.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif