SOLOPOS.COM - Ilustrasi pita peduli HIV/AIDS. (Freepik.com)

Solopos.com, WONOGIRI — Sudah sejak 2013 atau 10 tahun lalu, Rara (bukan nama sebenarnya), warga salah satu kecamatan di Wonogiri, hidup sebagai pengidap Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome atau HIV/AIDS.

Selama itu pula, dia menyimpan rahasia mengenai penyakitnya itu kepada keluarganya. Hanya kepada sang suami ia berani terbuka soal status HIV yang diidapnya.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Ada alasan mendasar mengapa perempuan itu tidak mau terbuka kepada keluarga terdekatnya. Dia menilai orang-orang di lingkungan sekitarnya belum siap menerima ada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di sekitar mereka.

Masyarakat masih menganggap orang yang terkena HIV/AIDS adalah kutukan karena telah berperilaku amoral. Apalagi sebagai perempuan, stigmatisasi itu akan semakin berat ditimpakan kepadanya dibandingkan laki-laki.

Rara menyebut kebanyakan orang di lingkungannya masih beranggapan penularan HIV terjadi hanya karena berganti-ganti pasangan hubungan seksual. Akibatnya, perempuan dengan HIV/AIDS di Wonogiri dicap sebagai perempuan nakal yang tidak bermoral.

Rara juga mempertimbangkan keselamatan anaknya yang masih SD. Menurutnya, ketika dia secara terang-terangan mengaku sebagai ODHA, sementara orang-orang belum benar-benar mengerti mengenai penyakit tersebut, bisa saja anaknya turut menjadi korban diskriminasi.

Sikap Rara yang masih menutupi statusnya sebagai ODHA dari keluarga itu juga untuk menjaga perasaan orang-orang terdekatnya. Ia tidak ingin keluarga besarnya gaduh hanya karena statusnya sebagai ODHA.

Perempuan Wonogiri tersebut mengaku tertular HIV dari suaminya. Kendati demikian, dia saat ini sama sekali tidak menyalahkan sang suami. Menurutnya, yang penting saat ini dia dan suami rutin menjalani pengobatan Antiretroviral (ARV).

Stigma Perempuan Nakal

“Ini bukan stigmatisasi diri. Saya melihat masyarakat di sekitar rumah saya belum teredukasi soal HIV/AIDS. Yang penting saya dan suami menjalani pengobatan ARV [antiretroviral] sehingga virusnya tersupresi dan tidak membahayakan atau menularkan kepada orang lain,” kata Rara saat berbincang dengan Solopos.com di kawasan Kecamatan Wonogiri, Senin (4/12/2023).

Rara menjelaskan stigmatisasi banyak dialamatkan kepada perempuan dengan HIV di Wonogiri. Perempuan-perempuan itu terkucilkan dari pergaulan sosial karena dianggap nakal.

Padahal banyak perempuan yang tertular HIV dari suaminya. Dia menceritakan banyak kasus perempuan dengan HIV/AIDS itu tertular suaminya yang pernah merantau.

Namun, sang istri tidak mengetahui suaminya itu sudah positif HIV. Banyak kasus perempuan baru mengetahui dirinya positif HIV setelah beberapa tahun kemudian dengan kondisi kesehatan yang sudah sangat menurun.

Bahkan sejumlah kasus perempuan dengan HIV di Wonogiri baru mengetahui statusnya ketika suaminya sudah meninggal beberapa waktu belakangan.

“Akibatnya, masyarakat yang tahu perempuan itu HIV, dianggap sebagai perempuan nakal karena berganti-ganti pasangan. Kasus kayak begitu itu banyak. Mereka tidak sampai berpikir bahwa yang menulari itu suaminya, ” ujar dia.

Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Wonogiri mencatat jumlah kumulatif kasus HIV sejak 2001 hingga September 2023 sebanyak 808 kasus. Berdasarkan jenis pekerjaannya, jumlah ibu rumah tangga (IRT) dengan HIV tercatat 134 orang.

Sementara perantau menyumbang 139 orang. IRT dan perantau itu menempati urutan ketiga dan kedua jumlah kasus HIV/AIDS berdasarkan jenis pekerjaan. Sementara urutan pertama yaitu sebanyak 175 orang, tidak diketahui pekerjaannya.

Rara mengatakan dengan kondisi sosial yang banyak laki-laki merantau, perempuan IRT di Wonogiri menjadi rentan tertular HIV. Maka perlu kesadaran bagi rumah tangga perantau untuk selalu memeriksakan diri ke puskesmas.

Menanggung Beban Ganda

Hal itu demi mengantisipasi penularan. Ketika perempuan sudah terlanjur tertular HIV, mereka akan menanggung beban ganda, didiskriminasi karena ODHA sekaligus dicap sebagai perempuan ‘nakal’.

“Saat suami atau istri pulang ke rumah setelah merantau, perlu terlebih dulu cek HIV di puskesmas. Hanya perlu waktu 15 menit untuk cek HIV dan langsung keluar hasilnya, dan itu gratis. Kalau memang belum sempat, pastikan saat berhubungan seksual menggunakan kondom terlebih dulu. Ini biar aman bagai perempuan maupun laki-laki,” ucap Rara.

Rara menambahkan meski belum terbuka kepada keluarganya soal status HIV-nya, saat ini dia bergabung dalam kelompok dukungan sebaya (KDS) Gajah Mungkur yang perhatian terhadap ODHA dengan mendampingi dan mendukungnya menjalani pengobatan ARV.

Perempuan tersebut juga aktif di lembaga swadaya masyarakat yang menjangkau populasi kunci atau kelompok sasaran pemeriksaan HIV seperti lelaki seks lelaki, waria, dan pengguna narkoba jarum suntik di Wonogiri.

Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Wonogiri, Supriyo Heryanto, mengatakan stigmatisasi masyarakat terhadap ODHA sebenarnya sudah cukup berkurang dibandingkan tahun-tahun lalu.

Hanya, memang perempuan dengan HIV/AIDS lebih rentan mengalami stigmatisasi. Hal itu masih menjadi tantangan bagi KPA Wonogiri untuk menghapus diskriminasi terhadap ODHA.

Dia menjelaskan mayoritas ODHA di Wonogiri yang tercatat saat ini justru merupakan orang dengan status sosial ekonomi menengah ke bawah. Maka tidak mengherankan kasus HIV di Wonogiri banyak disumbang perantau.



Mereka bekerja di luar Wonogiri untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Sayangnya, beberapa dari mereka kurang bisa menjaga diri sehingga tertular penyakit menular seks tersebut.

“Memang benar, perempuan HIV lebih mudah mendapat stigmatisasi di masyarakat karena dinilai tidak berperilaku baik. Ini karena ketidaktahuan mereka soal HIV,” kata Supriyo.

Menurut dia, meski tidak semua, IRT di Wonogiri banyak yang tertular dari suaminya yang perantau. Di sisi lain, HIV sebenarnya tidak mudah menular.

Dia menyebut faktor risiko penularan HIV itu dari cairan tubuh manusia seperti cairan alat kelamin saat hubungan seksual, penggunaan jarum suntik yang bergantian, dan perinatal atau melahirkan. Air liur meski cairan bukan termasuk cairan yang menularkan HIV.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya