SOLOPOS.COM - Petani di wilayah Kecamatan Ngawen, Klaten, menggarap lahan mereka yang berdekatan dengan lokasi proyek pembangunan jalan tol Solo-Jogja, Selasa (12/12/2023). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Jumlah petani gurem di Klaten berkurang 17.436 keluarga dalam 10 tahun terakhir. Data itu diperoleh dari hasil Sensus Pertanian atau ST 2023 yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) Klaten.

Berdasarkan hasil pencacahan ST 2023 tahap I yang dirilis BPS Klaten di Tjokro Hotel Klaten, Selasa (12/12/2023), jumlah rumah tangga usaha pertanian (RTUP) gurem berkurang 16,02 persen atau 17.436 keluarga dalam 10 tahun terakhir.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

RTUP gurem yakni rumah tangga yang menggunakan/menguasai lahan pertanian kurang dari 05, hektare (ha). Pada 2013, RTUP gurem di Klaten berjumlah 108.856 rumah tangga/keluarga atau 86,66 persen.

Sedangkan data hasil sensus 2023, RTUP gurem di Klaten sebanyak 91.420 rumah tangga atau 85,6 persen. Arrtinya ada penurunan sebanyak 17.436 keluarga.

Jumlah RTUP pengguna lahan di Klaten pada Sensus Pertanian 2013 totalnya ada 125.617 rumah tangga, sedangkan pada Sensus Pertanian 2023 tercatat sebanyak 107.426 rumah tangga atau turun 14,48 persen selama satu dasawarsa.

Jumlah RTUP didominasi pengguna lahan. Artinya, mayoritas rumah tangga petani di Klaten merupakan petani gurem. Subsektor RTUP meliputi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, serta jasa pertanian.

Pada tahap I ini, BPS menyajikan hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2023 tahap I. Hasil pencacahan yang dipaparkan di antaranya jumlah unit usaha pertanian, jumlah usaha pertanian menurut subsektor, sebaran unit usaha pertanian menurut wilayah.

Metode Sensus

Kemudian sebaran urban farming, komposisi petani berdasarkan umur, sebaran petani menurut penggunaan alsintan modern dan alat teknologi digital,  jumlah RTUP, hingga RTUP gurem.

“Dasar kami melaksanakan ini adalah UU No 16 tahun 1997 tentang Statistik, BPS melaksanakan sensus 10 tahun sekali. Ada tiga sensus yakni sensus penduduk, ekonomi, dan pertanian,” kata Kepala BPS Klaten, Rudi Cahyono, saat ditemui wartawan di sela rilis hasil Sensus Pertanian 2023 tahap I.

petani gurem klaten
BPS Klaten menggelar diseminasi hasil sensus pertanian 2023 kepada stakeholders terkait di Cokro Hotel Klaten, Selasa (12/12/2023). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Rudi mengatakan sensus melibatkan 196.172 petugas lapangan dan dilaksanakan pada Juni-Juli 2023. Ada dua metode yakni door to door dan snow ball.

“Metode pencacahan ada dua di wilayah perkotaan dan perdesaan. Wilayah perdesaan yang menjadi konsentrasi secara door to door. Sedangkan daerah yang tidak terkonsentrasi atau perkotaan dilakukan melalui snow ball atau getok tular. Sensus pertanian mencakup semua unit usaha yang mengusahakan atau bergerak di bidang pertanian,” jelas dia.

Rudi menjelaskan hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2023 tahap II akan dipaparkan April 2024. Salah satu hasil sensus yang dipaparkan tahap II yakni terkait lahan pertanian.

Terkait guremisasi atau munculnya petani gurem di Klaten, Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Jangkung Handoyo Mulyo, mengatakan akan selalu terjadi. Dia mengistilahkan dengan agriculture ladder.

Nilai Tukar Pertanian

“Jadi seperti tangga, dari pemilik kemudian menjadi pemilik penggarap, jadi hanya penggarap, kemudian penyewa, dan mengecil sampai kemudian hilang,” kata Jangkung yang menjadi salah satu narasumber dalam rilis hasil sensus pertanian tersebut.

Jangkung mengatakan kondisi itu bisa terjadi berkaitan dengan seberapa menarik sektor pertanian saat ini. “Apakah pertanian dalam bahasa Jawa isoh nguripi apa ora? Kalau itu tidak, terjadi penurunan kesejahteraan karena nilai tukar pertanian lebih murah dibandingkan lain-lain, saya kira ini yang harus diperbaiki di dalam satu kebijakan,” kata Jangkung.

“Sehingga ketika saya menjadi petani ya saya ingin anak saya bisa kuliah dari usaha tani ini. Kalau ternyata tidak bisa, ya jangan disalahkan kalau beralih dari petani,” imbuhnya.

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Klaten, Maryanta, mengatakan dalam Sensus Pertanian 2023, KTNA dilibatkan dari mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. “Secara penyajian data menurut saya akurasinya sudah mendekati dan itu betul-betul mencapai petani di akar bawah,” kata Maryanta.

Maryanta mengatakan mayoritas petani di Klaten merupakan petani gurem. Banyaknya petani gurem itu disebabkan banyak faktor.

“Bisa karena faktor turun temurun. Dulu orang tua punya sawah kemudian dibagi ke anaknya. Kemudian dibagi lagi ke cucunya [hingga sawah yang dikelola semakin menyempit]. Kedua memang faktor dari awal sejak nenek moyang hanya 2.000 meter persegi atau 4.000 meter persegi,” kata Maryanta.

Terkait kondisi petani gurem, Maryanta berharap pemerintah bisa melakukan proteksi kepada mereka. Tujuannya agar mereka tetap memiliki semangat untuk membangun ketahanan pangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya