SOLOPOS.COM - Warga Bade, Klego, Boyolali, Ki Djoko Sutedjo, berdiri di batas genangan Waduk Bade yang sudah menyusut, Kamis (5/10/2023) siang. (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Musim kemarau membuat volume air di Waduk Bade di wilayah Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali, menyusut dan mengering. Bekas genangan air ditumbuhi banyak rumput.

Area tersebut kemudian dimanfaatkan warga untuk menggembala kambing. Dari pantauan Solopos.com, Kamis (5/10/2023) siang, belasan ekor kambing milik warga sekitar tengah asyik merumput di bekas genangan Waduk Bade.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Salah satu warga Bade, Ki Djoko Sutedjo, 65, mengatakan biasanya kambing-kambing merumput di luar pagar genangan Waduk Bade. Namun, sejak musim kemarau, rumput di luar pagar genangan mati.

Kambing-kambing pun digembalakan ke bekas genangan Waduk Bade yang ditumbuhi rumput. “Dulu genangannya di pinggir batas tulisan dermaga ini. Sekarang air [menyusut] sudah jauh ke tengah, mungkin menyusut lebih dari 50 persen,” kata dia saat berbincang dengan Solopos.com di Waduk Bade.

Djoko mengatakan Waduk Bade di Kecamatan Klego, Boyolali, hanya mengandalkan hujan untuk mengisi area genangan. Menurutnya, sudah lebih dari lima bulan tidak ada hujan di wilayah tersebut.

Sempat beberapa kali hanya hujan gerimis. Air di Waduk Bade, tutur Djoko, digunakan warga untuk mengairi lahan pertanian. Saat volume air penuh, banyak orang yang memancing di waduk dekat rumahnya tersebut.

Namun, sejak musim kemarau dan volume air menyusut, jumlah pemancing juga berkurang. Hal senada disampaikan penyewa jasa getek atau rakit di Waduk Bade, Mulyati, 50.

Ia menjelaskan penyewa geteknya biasanya adalah para pemancing. Tarif sewa getek ia patok Rp15.000 per sekali memancing. “Misal sebulan lagi enggak ada hujan, nanti volume airnya makin sedikit, orang mau cari ikan tinggal menangkap pakai tangan bisa,” lanjut dia.

Pendapatan Nelayan Turun Drastis

Pemancing di Waduk Bade, tutur Mulyati, berasal tidak hanya lokal warga Boyolali. Ada yang dari Semarang, Salatiga, Sragen, dan sebagainya. Namun, sejak musim kemarau dan volume air Waduk Bade menyusut, ikan sulit didapat. Hal tersebut membuat pemancing semakin sedikit.

“Saya kan punya 11 getek. Biasanya per hari itu jumlah itu kurang. Sekarang sehari paling maksimal dua getek bisa laku [disewa]. Pas musim normal [pendapatan] sehari bisa Rp200.000, sekarang bisa dapat Rp30.000 alhamdulillah,” kata dia.

Susahnya mencari ikan juga dirasakan para nelayan di Waduk Bade. Ketua Kelompok Nelayan Waduk Bade, Kruwet, mengatakan musim kemarau ini berbeda dibanding tahun sebelumnya.

Kruwet mengatakan biasanya di saat volume Waduk Bade di Klegi, Boyolali, itu surut, ikan akan mudah ditangkap nelayan. Namun, ikan justru sulit didapat pada kemarau ini.

“Perilaku ikannya yang berbeda, ini ikannya memang berkumpul, hanya tidak ke pinggir, tapi di tengah. Kami ambil ikannya memakai jaring dan ambilnya di pinggir, soalnya di tengah itu ada tanaman,” kata dia.

Dengan susahnya ikan ditangkap, Kruwet mengatakan produktivitas nelayan di Waduk Bade berkurang drastis. Pada saat situasi normal, rata-rata para nelayan bisa mengambil 20 kilogram ikan. Sedangkan, akhir-akhir ini hanya bisa mengambil 2 kilogram ikan.

Artinya, ada penurunan 10 kali lipat dibandingkan hari-hari normal. Lebih lanjut, Kruwet menjelaskan ikan di Waduk Bade antara lain betutu, gabus, lobster, dan lain-lain.

“Harga ikan gabus Rp70.000 per kilogram, ikan betutu Rp30.000 per kilogram, nila Rp25.000 per kilogram, lobster Rp70.000 per kilogram. Cuma panen ikannya menurun sekali, enggak tahu, tahun ini itu ada apa,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya