SOLOPOS.COM - Ilustrasi peringatan Hari AIDS Sedunia. (Freepik)

Solopos.com, WONOGIRI — Sebanyak 141 pengidap human immunodeficiency virus atau HIV di Wonogiri dinyatakan berstatus tersupresi setelah menjalani pengobatan antiretroviral (ARV).

Mengutip informasi di laman sehatnegeriku.kemkes.go.id, HIV/AIDS tersupresi artinya jumlah virus dalam tubuh sangat rendah, yang menunjukkan pengobatan ARV berhasil mengendalikan virus HIV dalam tubuh sehingga tidak lagi menularkan kepada orang lain.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) bisa mengetahui apakah virus dalam tubuh mereka sudah tersupresi atau belum dari pemeriksaan viral load (VL). Seperti halnya pengobatan ARV yang harus dijalani secara rutin dan terus menerus, pemeriksaan VL juga penting untuk dilakukan secara rutin guna mengetahui perkembangan virus HIV/AIDS dalam tubuh ODHA.

Berdasarkan data yang diperoleh Solopos.com dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Wonogiri, jumlah kumulatif pengidap HIV/AIDS yang terdeteksi di Wonogiri mulai 2001 hingga November 2023 tercatat sebanyak 816 orang.

Dari jumlah itu, yang masih hidup hingga November 2023 ada 460 orang. Kemudian dari 460 orang tersebut, yang menjalani pengobatan ARV ada 314 orang dan yang dinyatakan sudah tersupresi setelah menjalani pengobatan ARV ada 141 orang.

Jumlah 141 orang itu sama dengan 30 persen dari total pengidap HIV/AIDS yang masih hidup sebanyak 460 orang. Sayangnya masih cukup banyak pengidap HIV/AIDS di Wonogiri yang tidak menjalani pengobatan yakni 147 orang.

Ada beragam alasan kenapa ODHA enggan menjalani pengobatan. Salah satunya mereka tidak mau status penyakitnya diketahui orang lain karena takut mendapat stigma buruk dari masyarakat.

Seperti diinformasikan sebelumnya, pengidap HIV/AIDS di Wonogiri, khususnya perempuan, harus menanggung dua beban sekaligus. Selain sakit karena menurunnya daya tahan tubuh, mereka juga menghadapi stigma buruk dari masyarakat sekitar.

Banyak warga Wonogiri yang masih menganggap perempuan pengidap HIV/AIDS identik dengan perempuan nakal, tidak bermoral, suka gonta-ganti pasangan, atau hidup dalam pergaulan bebas.

Padahal, tak sedikit perempuan mengidap HIV/AIDS karena tertular dari suaminya yang merantau di luar daerah dan tak bisa menjaga diri. Tapi, stigma buruk bagi perempuan pengidap HIV lebih kuat dibandingkan pria.

130 Ibu Rumah Tangga Berstatus ODHA

“Memang benar, perempuan dengan HIV lebih mudah mendapat stigmatisasi di masyarakat karena dinilai tidak berperilaku baik. Ini karena ketidaktahuan mereka [warga] soal HIV,” kata Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Wonogiri, Supriyo Heryanto, kepada Solopos.com, Senin (4/12/2023).

Menurut data yang diperoleh Solopos.com dari Dinkes Wonogiri, ada 130 ibu rumah tangga (IRT) di Wonogiri yang positif mengidap HIV/AIDS. Data itu merupakan kumulatif sejak 2021 hingga September 2023.

Dibandingkan jumlah pengidap HIV dari faktor risiko lain, IRT menempati posisi kedua setelah heteroseksual sebanyak 556 orang. Kemudian faktor risiko lelaki seks dengan lelaki (LSL) sebanyak 61 orang, perinatal/melahirkan sebanyak 27 orang, narkoba suntik 11 orang, dan lain-lain 23 orang.

Menurut Supriyo, meski tidak semua, IRT di Wonogiri banyak yang tertular dari suaminya yang perantau. Di sisi lain, HIV sebenarnya tidak mudah menular.

Dia menyebut faktor risiko penularan HIV itu dari cairan tubuh manusia seperti cairan alat kelamin saat hubungan seksual, penggunaan jarum suntik yang bergantian, dan perinatal atau melahirkan. Air liur meski cairan bukan termasuk cairan yang menularkan HIV.

Karena itulah, stigma perempuan pengidap HIV/AIDS di Wonogiri sebagai perempuan nakal dan tidak bermoral sebenarnya tidak sepenuhnya benar dan tidak berdasar.

Namun, stigma itu nyatanya masih dihadapi oleh perempuan pengidap HIV/AIDS. Seperti dialami Rara (bukan nama sebenarnya) seorang pengidap HIV dari salah satu kecamatan di Kota Sukses.

Kepada Solopos.com, Senin, Rara menceritakan kuatnya stigma buruk perempuan pengidap HIV sebagai perempuan nakal membuatnya berterus tak berani terang kepada keluarganya mengenai status HIV-nya.

Ia takut keluarganya maupun warga sekitarnya bakal melabeli dan memandangnya buruk, bahkan mengucilkannya dari pergaulan. “Ini bukan stigmatisasi diri. Saya melihat masyarakat di sekitar rumah saya belum teredukasi soal HIV/AIDS,” kata Rara.

Ia menambahkan baginya yang penting sekarang adalah ia dan suaminya rutin menjalani pengobatan ARV sehingga virus di dalam tubuhnya tersupresi dan tidak membahayakan atau menularkan kepada orang lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya