SOLOPOS.COM - Pentas Seni Reog Naluri Brijolor digelar di tengah permukiman Dukuh Brijolor, Desa Kalikebo, Kecamatan Trucuk, Jumat (12/4/2024). (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN – Warga di wilayah Dukuh Brijolor, Desa Kalikebo, Kecamatan Trucuk menggelar pentas seni reog dan jatilan, Jumat (12/4/2024). Pentas itu menjadi tradisi yang rutin digelar saban momen Lebaran.

Pentas digelar di halaman masjid Al Fatah, di tengah permukiman wilayah Brijolor. Pentas digelar sejak pukul 11.00 WIB. Sekitar pukul 11.30 WIB, pentas dihentikan dan dilanjutkan sekitar pukul 13.00 WIB setelah Jumatan dan berlanjut hingga sore.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Pentas itu menjadi magnet warga sekitar berdatangan. Apalagi, banyak warga di kampung itu yang merantau atau menjadi kaum boro pulang kampung. Kawasan sepanjang jalan kampung menuju lokasi diramaikan lapak para pedagang.

Ketua Seni Reog Naluri Brijolor Kalikebo, Suratman, menjelaskan pentas itu sudah menjadi tradisi tahunan yang digelar setiap momen Lebaran.

“Sampai saat ini sudah mendekati dekade kesekian kali. Ini sudah muncul sejak nenek moyang. Kami di sini selaku generasi penerus, ingin terus merawat tradisi ini agar tetap lestari,” ungkap Suratman.

Suratman menjelaskan pentas itu menjadi salah satu pelepas rindu para perantau selain berkumpul dengan keluarga di kampung halaman. Dia menjelaskan sebagian warga di Brijolor dan sekitarnya merupakan kaum boro.

Di perantauan, mereka memiliki beragam pekerjaan. Namun, rata-rata bekerja sebagai pedagang seperti pedagang es puter. Selain di Pulau Jawa, ada yang merantau hingga Papua. “Di Brijolor sendiri sekitar 20 persen yang boro,” ungkap Suratman.

Tak hanya menonton, sebagian perantau pulang kampung untuk ikut pentas seni tersebut. Ada yang menjadi penabuh gamelan hingga penari. Para penabuh dan penari itu melanjutkan tradisi yang dilakukan orang tua mereka.

Sesepuh Seni Reog Naluri Brijolor, Sunarto, mengatakan tradisi itu digelar rutin setiap tahun dan tak pernah absen. Tradisi itu sudah ada secara turun temurun. Belum diketahui pasti sejak kapan tradisi itu sudah digelar.

“Harapannya dengan seni tradisi ini bisa menjadi forum silaturahmi sambil menikmati kesenian. Warga yang ada di perantauan pulang dan semuanya bersilaturahmi di kegiatan ini,” kata Sunarto.

Salah satu penabuh gamelan, Jumirin, 52, mengaku saban tahun dia berusaha pulang kampung saat momen Lebaran. Sejak 2007, Jumirin merantau di Nabire, Papua menjalankan usaha dagang es krim.

Selain berkumpul dengan anak dan istri serta silaturahmi dengan kerabat, tampil bersama kelompok seni naluri menjadi alasan Jumirin untuk balik ke kampung halaman saat Lebaran meski harus keluar biaya hingga belasan juta rupiah untuk biaya pulang-pergi.

“Saya meneruskan apa yang dilakukan orang tua saya di kelompok seni ini. Saya menabuh kendang,” kata warga Dukuh Bayemrejo, Desa Kalikebo itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya