SOLOPOS.COM - Para siswa Sekolah Krista Gracia Klaten berkolaborasi dengan ISI Yogyakarta menampilkan drama musikal bertema Indonesia Rumah Kita di sekolah setempat, Sabtu (2/3/2024). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Pentas Drama Musikal dengan judul Indonesia Rumah Kita yang digelar di panggung seni Sekolah Krista Gracia Klaten, Sabtu (2/3/2024) petang hingga malam, membawa pesan kuat tentang nilai pluralisme.

Drama yang diperankan siswa SD dan SMP Krista Gracia Klaten dan disaksikan lebih dari 600 pasang mata. Pesan pluralisme itu salah satunya tampak pada adegan Lidya dan keluarganya.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Diceritakan, Lidya memasang wajah kesal saat pulang sekolah. Ayahnya sampai terheran-heran melihat perilaku putrinya yang masih pelajar SMP itu.

“Apa benar aku China?” tanya Lidya kepada  ayahnya yang seketika menghentikan aktivitasnya membaca buku. “Dik, kamu ini. Memang kalau benar kenapa ta?” jawab sang ayah.

Lidya makin kesal. Dia tak terima disebut China oleh teman-teman sekolahnya. “Aku emoh pah, aku emoh. Mosok, aku ini China. Lihat kulitku kan tidak kuning. Mataku tidak sipit,” kata Lidya.

Sang ibu mendekat seraya menenangkan Lidya. Kepada sang buah hati, si ibu memberikan nasihat bahwa siapa pun tak bisa memilih dilahirkan di mana dan di suku apa. Namun, Lidya masih tak terima disebut China. China dianggap mencari enaknya sendiri ketika para pejuang melawan penjajah demi merebut kemerdekaan.

Sang ayah kemudian beranjak dari duduknya dan menyampaikan fakta-fakta untuk mematahkan anggapan tersebut. Kepada Lidya, pria berkumis itu memberikan contoh keluarganya di Solo. Mereka merupakan warga keturunan Tionghoa yang membantu salah satu tokoh pejuang yakni Gatot Subroto bersembunyi ketika dikejar penjajah.

Iringan Orkestra

Sang ayah juga memberikan tiga jilid buku berjudul Tionghoa dalam Keindonesiaan yang membahas peran etnis Tionghoa di Indonesia dalam berbagai bidang. Wajah Lidya yang semula kesal pun berganti ceria. Gadis ABG itu bergegas membaca ketiga jilid buku itu.

Kisah keluarga Lidya itu menjadi salah satu fragmen drama musikal yang ditampilkan di panggung seni Sekolah Krista Gracia Klaten. Tak hanya penampilan para siswa yang apik dalam seni peran hingga tari.

Drama musikal yang disutradarai Toet Suharyan tersebut kian sempurna dengan iringan orkestra yang dipimpin Singgih Sanjaya. Tak hanya iringan biasa, komposer senior kelahiran Solo itu sukses membuat pentas tersaji megah dengan aransemen yang mengawinkan antara okestra dengan pengrawit. Menariknya, gamelan dimainkan para siswa.

Kepala SMP Krista Gracia Klaten, Kris Setyanto, menjelaskan pentas tersebut menjadi media pembelajaran untuk melakukan praktik baik melalui pembelajaran berbasis proyek. Penerapan project based learning dalam kegiatan itu mengajak siswa terlibat langsung dalam penggarapan pementasan mulai dari persiapan hingga pelaksanaan.

Sesuai tema, siswa bebas memilih bidang proyek yang dikerjakan Ada yang terlibat sebagai pemain, pembuat properti, perancang kostum, promosi secara digital, dan lain-lain. Setidaknya, ada 150 anak yang terlibat dalam kegiatan tersebut.

Kris menjelaskan hampir 80 persen penyelenggaraan kegiatan tahun ini digarap langsung oleh siswa. “Guru hanya mengarahkan. Harapannya melalui kegiatan ini muncul karakter positif anak,” kata Kris.

Pentas drama musikal Sekolah Krista Gracia Klaten itu sudah dipersiapkan sejak Oktober 2023. Sekolah menggandeng ISI Yogyakarta untuk menyuguhkan pementasan yang apik dan spektakuler.

Lebih Menantang

Sutradara dalam pentas drama musikal tersebut, Titik Suharyani, mengatakan pentas kali ini mengambil cerita yang berbeda dibandingkan pementasan sebelumnya. Jika sebelumnya mengambil kisah legenda, pentas kali ini mengambil tema tentang sejarah.

Cerita pada pementasan kali ini terinspirasi buku berjudul Tionghoa dalam Keindonesaan. Cerita yang ditampilkan berisi pesan merawat kebinekaan Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, agama, dan ras.

Sementara itu, meski bukan kolaborasi yang pertama, Singgih Sanjaya mengaku menampilkan drama musikal di Sekolah Krista Graca Klaten ini lebih menantang. Pentas kali ini tak hanya berurusan dengan estetika seni, tetapi pentas yang ingin menyampaikan pesan pluralisme.

Dia pun salut dengan siswa serta guru sekolah tersebut yang menyajikan pementasan dengan tema yang tak mudah. Soal urusan menyatukan aransemen antara gamelan dan orkestra, bagi Singgih hal itu tak sulit dilakukan apalagi para siswa selama ini sudah dipandu orang yang kompeten di bidangnya.

Salah satu siswa, Yohanna, 15, mengatakan persiapan sudah dilakukan sejak Oktober 2023 dan siswa mulai latihan sejak November 2023. Dia pun mengungkapkan tema yang dibawa yakni tentang keberagaman di Indonesia.

“Dalam pensi ini bisa tahu bahwa Indonesia rumah kita bersama. Kita semua satu walaupun berbeda-beda seperti Bhinneka Tunggal Ika. Harapannya tidak ada lagi yang mikir ah kamu itu China, ah kamu itu Jawa. Jadi sama-sama kita masyarakat Indonesia yang saling membantu saling berjuang bersama,” ungkap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya