Soloraya
Sabtu, 2 Desember 2023 - 16:25 WIB

PLTSa Putri Cempo Belum Selesaikan Masalah Sampah di Solo

Maymunah Nasution  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Mesin di area Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di TPA Putri Cempo, Jebres, Selasa (31/10/2023). (Solopos.com/Bony Eko Wicaksono)

Solopos.com, SOLO — Keberadaan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) Putri Cempo belum menyelesaikan akar masalah membeludaknya sampah di Kota Solo. PLTSa bagaikan solusi semu karena hanya mengalihkan persoalan yang sudah ada.

“Kalau bicara sampah itu ya harus ditangani dari hulunya siapa sih penghasil sampah itu dan apa yang menghasilkan sampah dia yang harus bertanggung jawab untuk pengelolaannya,” tutur Direktur Program Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gita Pertiwi, Titik Eka Sasanti, saat dihubungi Solopos.com, Kamis (30/11/2023).

Advertisement

Menurutnya, pemerintah hanya melihat kasus sampah dari sisi hilirnya, padahal sumber masalah adalah sisi hulu atau sumber sampah.

Titik juga menyoroti sikap pemerintah Kota Solo yang mengeklaim PLTSa ramah lingkungan karena menggunakan teknologi gasifikasi. Menurutnya, hal tersebut masih perlu diteliti agar dapat diketahui kadar gas yang terkandung di dalam timbunan sampah TPA Putri Cempo.

Advertisement

Titik juga menyoroti sikap pemerintah Kota Solo yang mengeklaim PLTSa ramah lingkungan karena menggunakan teknologi gasifikasi. Menurutnya, hal tersebut masih perlu diteliti agar dapat diketahui kadar gas yang terkandung di dalam timbunan sampah TPA Putri Cempo.

Monitoring tingkat bahan-bahan beracun yang dihasilkan dari PLTSa tetap diperlukan agar dapat dinilai dampak kesehatan maupun polusinya.

Dampak berikutnya dari PLTSa Putri Cempo yang perlu diperhatikan adalah nasib pemulung-pemulung di sana. Para pemulung tersebut seharusnya mendapatkan penyuluhan mengenai pemilihan sebelum sampah masuk ke TPA Putri Cempo.

Advertisement

Senada, praktisi komunikasi dan pelibatan publik pada isu-isu kelestarian, Juris Bramantyo, menganggap PLTSa bukanlah solusi untuk kasus TPA yang over capacity.

“Masalah sampah itu complicated karena narasinya salah kaprah. Buanglah sampah pada tempatnya hanya membuat orang-orang berpikir jika rumah bebas sampah berarti selesai, padahal tidak begitu,” tutur Juris saat diwawancarai Solopos.com.

Narasi pengolahan sampah lainnya, yakni 3R (reduce, reuse, recycle) juga masih kerap salah kaprah. Poin terkuat ada di reduce (mengurangi), tetapi banyak orang tidak memahaminya.

Advertisement

Alur pengolahan dan pengurangan sampah akan sejalan jika masyarakat sadar pentingnya mengurangi sampah setiap harinya.

Juris juga menilai prinsip reuse atau gunakan kembali dan recycle atau daur ulang masih kurang dilakukan masyarakat. Seharusnya, sampah yang masuk ke TPA adalah residu yang tidak dapat didaur ulang lagi.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif