SOLOPOS.COM - Monumen GSI berada di Alun-alun Karanganyar dibangun untuk memperingati Gerakan Sayang Ibu. Foto diambil belum lama ini. (Solopos.com/Indah Septiyaning Wardani)

Solopos.com, KARANGANYAR — Tidak banyak orang yang tahu bahwa di kawasan Alun-alun Karanganyar terdapat Monumen Gerakan Sayang Ibu (GSI). Mungkin salah satu penyebabnya adalah monumen ini tertutup lapak pedagang kaki lima (PKL) terutama pada sore hingga malam hari.

Jadinya, keberadaan Monumen Gerakan Sayang Ibu seolah menjadi terabaikan. “Tidak tahu itu monumen apa. Saya hanya tahunya ada prasasti batu,” kata salah satu PKL, Parno, 42, yang berjualan di alun-alun.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Asisten II Setda Karanganyar, Titis Sri Jawoto, mengatakan monumen itu dibangun pemerintah pada 1996 untuk memperingati Gerakan Sayang Ibu. Monumen berupa prasasti batu itu ditandatangani oleh Presiden Soeharto. Kemudian direvitalisasi Pemkab Karanganyar saat era pemerintahan periode pertama Bupati Karanganyar, Juliyatmono, pada 2016.

“Monumen berupa sebongkah batu yang terletak di dalam pendopo terbuka. Di atas batu ini terdapat patung seorang ibu yang tengah menggendong anaknya,” kata Titis ketika berbincang dengan Solopos.com akhir pekan lalu.

Keberadaan Monumen Gerakan Sayang Ibu ini dinilai menambah daya tarik wisatawan yang berkunjung ke Karanganyar. Tak sedikit wisatawan yang memanfaatkan spot ini untuk berfoto. Pendopo dilengkapi dengan lampu sorot modern di bagian lantainya.

Pemkab juga melengkapi kawasan tersebut dengan toilet yang dibangun di bawah tanah. Keberadaan lapak PKL kuliner di sekitar lokasi, lanjut dia, memang melengkapi kawasan Monumen Gerakan Sayang Ibu.

“PKL hanya sore hingga malam hari saja. Kalau siang steril dari PKL. Jadi pengunjung datang juga bisa menikmati kuliner sekaligus,” katanya.

Titis mengakui Monumen ini belum banyak diketahui masyarakat. Apalagi sejarah di balik dari monumen tersebut. Dikatakan Titis, Monumen Gerakan Sayang Ibu diresmikan pada tanggal 22 Desember 1996. Monumen ini di bangun sebagai simbol gerakan nasional untuk mempercepat angka penurunan kematian ibu hamil dan bersalin. Selain itu meningkatkan sumber daya dan kualitas wanita dalam kehidupan bermasyarakat.

“Sebelum direvitalisasi, monumen itu tidak terawat. Sekarang jauh lebih baik,” kata dia.

Monumen Gerakan Sayang Ibu ditandatangani Presiden ke-2 RI, Soeharto, menurut Titis, bukan tanpa alasan. Kabupaten Karanganyar disebut memiliki kedekatan dengan keluarga Soeharto. Apalagi setelah meningal, Soeharto dan istrinya, Siti Hartinah atau atau lebih dikenal dengan panggilan Ibu Tien Soeharto, dimakamkan di Karanganyar, tepatnya di Astna Giribangun, Kecamatan Matesih.

Kini Astana Giribangun menjadi salah satu tujuan wisata ziarah di Bumi Intanpari. Tak hanya Soeharto dan istrinya, keluarga dan kerabatnya juga dimakamkan di kompleks permakaman tersebut.

Astana Giribangun terletak di bawah Astana Mangadeg. Astana Mangadeg merupakan kompleks permakaman keluarga Pura Mangkunegaran. Di dalam Astana Mangadeg, terdapat makam Kanjeng Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Sri Mangkunagoro I, yang terkenal dengan sebutan Pangeran Samber Nyawa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya