SOLOPOS.COM - Masjid Joglo Baitul Ma’mur di jalan raya Penggung-Jatinom, Desa Kunden, Kecamatan Karanganom, Klaten, Selasa (12/3/2024). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Masjid Joglo Baitul Ma’mur di Jalan Raya Penggung-Jatinom, Desa Kunden, Kecamatan Karanganom, Klaten, memiliki keunikan dengan arsitektur bangunannya yang njawani. Selain itu, di masjid tersebut tak ada tembok.

Masjid itu merupakan wakaf dari seorang warga Kunden bernama H Karyawan Hari Susetyo. Hari adalah seorang pensiunan pegawai PT Taspen dan membangun masjid tersebut di tanahnya sendiri sekitar 2015 lalu.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Saat awal bangunan joglo itu dibuat, warga sekitar tak ada yang tahu bahwa Hari membikin sedang membangun masjid. Justru, warga awalnya mengira Hari akan membangun tempat usaha untuk mengisi aktivitasnya memasuki masa pensiun.

Hal itu seperti yang disampaikan  Imam Masjid Joglo Baitul Ma’mur, Muhammad Cholil. Dia menjelaskan tak ada warga yang tahu soal niatan Hari membangun masjid di jalan raya Penggung-Jatinom, Karanganom, Klaten, itu.

“Orang di sini tidak ada yang tahu saat itu kalau mau bikin masjid. Pak Hari membuat masjid ini di tanah sendiri dan didesain sendiri. Warga saat itu hanya mengira-ira,” jelas Cholil saat ditemui Solopos.com di Masjid Joglo Baitul Ma’mur, Selasa (13/3/2024).

“Lihat bangunannya dikira mau buat warung makan karena Pak Hari mau pensiun. Ternyata mau bangun masjid. Tahunya masjid setelah ada bangunan di depan itu [tempat imam],” tambahnya.

Cholil menjelaskan sejak awal masjid itu didirikan konsep bangunannya memang terbuka. Selain membuat suasana masjid lebih adem, konsep terbuka itu mengandung filosofi jika masjid tersebut terbuka untuk semua golongan.

Memfasilitasi Musafir

“Oleh karena itu, di masjid ini tidak boleh ada identitas dari organisasi apa pun. Siapa pun umat muslim yang datang silakan beribadah di masjid ini,” kata Cholil.

Cholil mengatakan sesuai niatan pendirinya, masjid joglo itu dibangun untuk memfasilitasi para musafir. Hal itu karena jalan raya Penggung-Jatinom ramai lalu lalang kendaraan dari berbagai arah, sementara tak banyak ditemui masjid di sepanjang jalan tersebut.

Cita-cita pemberi wakaf mendirikan masjid itu untuk memfasilitasi para musafir pun terwujud. “Ini merupakan masjid musafir. Setiap saat ada orang mampir ke sini untuk salat. Dari pagi, siang, sampai sore. Saat pagi itu orang mampir untuk Salat Duha,” kata Cholil.

Disinggung kegiatan selama Ramadan, Cholil mengatakan kegiatan memakmurkan masjid tetap berjalan. Seperti jamaah salat wajib lima waktu, salat tarawih, serta tadarusan.

Sementara itu, pemberi wakaf Masjid Joglo Baitul Ma’mur di jalan Penggung-Jatinom, Klaten, Hari, saat ditemui pada 2019 lalu, menceritakan asal-usul pendirian masjid joglo itu.

Hari mengatakan pada 2006 lalu ia membeli tanah di tepi jalan raya Penggung-Jatinom. Sejak awal, ia memang sudah berniat membeli tanah untuk membangun masjid. “Tujuan saya mendirikan masjid simpel. Memfasilitasi para musafir. Yang saya tahu dari Jatinom sampai Penggung itu tidak ada masjid di pinggir jalan yang terbuka,” katanya.

Pada Juli 2015 atau selang lima bulan setelah ia pensiun, Hari mulai merealisasikan niatannya membangun masjid dengan konsep dan biaya sendiri. Pilihannya dengan konsep bangunan adat Jawa lantaran sesuai asal usulnya yang merupakan orang Jawa serta tak ada petunjuk dari mana pun soal keharusan bentuk masjid.

Penuh Filosofi

Bangunan Masjid Joglo didirikan Hari di tanah seluas 1.030 meter persegi. Butuh empat bulan untuk pembangunan masjid tersebut. Hari mengatakan ada filosofi dari berbagai sisi bangunan masjid tersebut selain bentuknya yang unik.

Ukuran bangunan 17 meter x 17 meter serta jumlah tiang lampu yang mengelilingi pagar masjid berjumlah 17 unit memiliki filosofi tersendiri. Angka 17 disesuaikan dengan jumlah total rakaat salat wajib dalam satu hari.

Selain angka 17, Hari memiliki filosofi tersendiri pada jumlah keran wudu masjid. Masing-masing tempat wudu putra dan putri terdapat keran berjumlah enam yang melambangkan jumlah rukun iman.

“Nama masjid ini juga bukan sekadar karena bentuknya joglo. Sebenarnya joglo yang dimaksudkan itu ojo gelo [jangan kecewa]. Jadi untuk mengingatkan semua agar melaksanakan salat dengan tekun,” ungkap pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Cabang PT Taspen Surakarta itu.

Ia juga memiliki filosofi tersendiri soal konsep bangunan berupa joglo yang terbuka. “Konsep joglo yang terbuka itu filosofinya masjid terbuka untuk siapa saja. Masjid bukan miliki aliran tertentu. Sepanjang masih Islam mereka berhak salat di tempat tersebut,” katanya.

Hari memiliki pesan khusus kepada pengurus masjid untuk mempertahankan bentuk masjid tersebut tanpa menambahi bangunan lainnya agar keindahan Masjid Joglo serta suasananya yang sejuk tetap bisa dinikmati. “Karena masjid ini menjadi masjid musafir, saya harap pengurus bisa menjaga kerapian, kebersihan, dan ketertiban masjid,” urai dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya