SOLOPOS.COM - Kawasan pinggir pantai selatan wilayah Paranggupito, Wonogiri. (jatengprov.go.id)

Solopos.com, WONOGIRIBatik Keris membeli tanah warga seluas sekitar 350 hektare (ha) di wilayah pantai selatan Paranggupito, Wonogiri, pada 1989 dengan harga Rp100/meter persegi atau diperkirakan totalnya Rp350 juta.

Namun, proses pembelian tanah itu dipersoalkan warga setempat karena dilakukan dengan paksaan dan harga yang ditentukan Batik Keris terlalu rendah. Ditambah lagi, Batik Keris tidak melakukan upaya untuk memanfaatkan lahan tersebut, termasuk mengembangkan kawasan wisata sesuai rencana.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Warga yang dulu menjual tanah kepada Batik Keris pun mengklaim masih menguasai dan mengelola lahan tersebut. Bahkan mereka mengaku masih mempunyai surat-surat kepemilikan tanah. Para warga itu mengklaim tanah itu secara sah masih milik mereka.

Dengan alasan itu, mereka menolak tanah yang berada tiga desa di Paranggupito, Wonogiri, yaitu Desa Gudangharjo, Paranggupito, dan Gunturharjo tidak bisa disita Kejaksaan Agung untuk negara sebagai bagian uang pengganti korupsi Benny Tjokrosaputro.

Seperti diketahui, beberapa pekan lalu, Kejagung mengukur tanah yang disebut aset Batik Keris untuk dilakukan penyitaan. Penyitaan itu terkait kasus Benny Tjokrosaputra yang tak lain cucu pendiri Batik Keris dan diduga kuat merupakan direktur perusahaan tersebut.

Benny merupakan terpidana kasus pidana korupsi PT Asabri yang mengakibatkan kerugian negara senilai Rp22,788 triliun. Ia dijatuhi pidana membayar uang pengganti senilai Rp5,733 triliun kepada negara.

Uang Pengganti Korupsi

Uang pengganti itu dengan memperhitungkan barang bukti yang disita berupa 1.069 bidang tanah dan bangunan, salah satunya tanah di Paranggupito, Wonogiri.

Berdasarkan penghitungan Solopos.com, nilai aset tanah seluas 350 hektare atau 3.500.000 meter persegi di Paranggupito, Wonogiri, yang dibeli pada 1989 itu saat ini sudah naik berkali-kali lipat.

Pada 1989 itu, harga yang ditentukan Batik Keris untuk membeli tanah warga itu yakni Rp100/meter persegi. Dengan luasan 350 ha atau 3.500.000 meter persegi, Batik Keris hanya perlu mengeluarkan uang Rp350 juta. 

Berdasarkan Inflationtool.com, rata-rata laju inflasi pada rentang 1989-2023 di Indonesia sebesar 8,17%. Sedangkan tingkat inflasi Indonesia sepanjang 34 tahun terakhir sebesar 1.343%.

Dengan begitu, uang senilai Rp100 jika dikonversikan dengan nilai mata uang saat ini menjadi Rp1.443. Artinya Batik Keris membeli tanah di Paranggupito, Wonogiri, itu setara dengan harga Rp1.443/meter persegi pada saat ini.

Jika dikalikan luas tanah 350 ha atau 3,5 juta meter persegi, artinya Batik Keris membeli tanah seluas 490 kali lapangan sepak bola di Paranggupito, Wonogiri, itu dengan harga Rp5,05 miliar pada saat ini.

Harga itu masih jauh di bawah nilai terendah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah di Wonogiri, yaitu Rp3.500/meter persegi. Apabila tanah itu dibeli menggunakan NJOP tanah terendah di Wonogiri saat ini, tanah itu nilainya Rp12,250 miliar.

Nilai aset tanah itu hanya sekitar 0,2% dari total uang pengganti yang harus dibayarkan Benny Tjokro kepada negara senilai Rp5,733 triliun. 

Tanggapan ATR/BPN Wonogiri

Sementara itu, Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kantor Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Wonogiri, Sarjono, tidak mau memberikan banyak komentar terkait permasalahan tanah di Paranggupito tersebut.

Dia juga enggan menyebutkan status legalitas tanah yang membentang di sepanjang pantai Paranggupito, Wonogiri, itu. Tetapi dia menyebut sampai Selasa (12/9/2023) siang itu, belum ada laporan atau aduan dari masyarakat terkait kasus pertanahan di Paranggupito.

“Kami tidak bisa memberikan komentar mengenai pokok perkara. Objek tanah itu sekarang menjadi ranah Kejaksaan Agung,” ujar Sarjono saat ditemui Solopos.com di kantornya, Selasa (12/9/2023). 

Di sisi lain, dia menambahkan jika melihat tanah di Paranggupito yang dipersoalkan warga, merujuk Permen ATR/BPN No 21/2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan, tanah itu masuk kategori kasus pertanahan sengketa tanah.

Sebagai informasi, kasus pertanahan dibagi menjadi tiga macam, yaitu sengketa tanah, konflik tanah, dan perkara tanah.

Sumber Solopos.com menceritakan Batik Keris pada 1989 meminta izin lokasi ke Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk pelepasan hak tanah warga di tiga desa wilayah Paranggupito. Batik Keris membeli tanah itu seharga Rp100/meter persegi dari warga.

Menurut dia, pembelian tanah itu dilakukan secara sah. Batik Keris juga mempunyai bukti jual-beli atas tanah tersebut. Termasuk di dalamnya ada tanda tangan dari warga yang menjual tanah itu kepada Batik Keris. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya