SOLOPOS.COM - Ilustrasi dokter memeriksa pasien. (freepik)

Solopos.com, SUKOHARJO Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sukoharjo menyebut rasio dokter terhadap jumlah penduduk di Kabupaten Jamu terhitung ideal. Di sisi lain, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Sukoharjo menyebut perlu adanya distribusi dokter dengan penambahan fasilitas kesehatan khususnya di Sukoharjo Selatan.

Sementara Ikatan Apoteker Indonesia juga tengah mengupayakan kerja sama penyediaan apoteker untuk berpraktek di jam-jam puncak.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Kepala Dinkes Kabupaten Sukoharjo Tri Tuti Rahayu mengatakan hingga Rabu (30/8/2023), Sukoharjo setidaknya memiliki 459 dokter umum dan 98 dokter gigi. Sedangkan jumlah penduduk di Kabupaten Sukoharjo mencapai 908.227 per semester pertama 2023.

“Untuk setiap 100.000 penduduk terdapat 51 Dokter Umum dan untuk setiap 100.000 penduduk terdapat 11 Dokter Gigi,” jelas Tri Tuti belum lama ini.

Menurutnya, dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Kriteria Daerah Kabupaten/Kota Peduli Hak Asasi Manusia telah mengatur jumlah ideal rasio dokter.

Pada lampiran hak akan kesehatan, rasio ketersediaan tenaga dokter umum per penduduk adalah 1:2.200 sedangkan rasio tenaga dokter gigi per penduduk 1:7.500.

“Kondisi di Sukoharjo, rasio terhadap 2.200 penduduk terdapat 1 dokter umum dan rasio terhadap 7.500 penduduk terdapat 1 dokter gigi. Rasionya ideal semua,” ungkapnya.

Terpisah, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Sukoharjo, Arif Budi Satria, mengatakan pihaknya juga mengacu pada aturan yang sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo. Arif menyebut jumlah dokter di Sukoharjo naik turun setiap bulannya.

“Anggota IDI Sukoharjo ada di angka 600-700 orang. Tapi setiap bulan berubah, karena mungkin ada yang pindah keluar Sukoharjo. Tapi, kalau yang praktek di Sukoharjo terakhir yang terdata di angka 800 dokter tersebar di 10 rumah sakit di Sukoharjo. Jumlah itu meliputi dokter umum dan spesialis. Kalau dokter gigi, saya tidak punya [datanya], mungkin bisa dikonfirmasi ke PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia),” kata Arif, Sabtu (2/9/2023).

Arif mengakui, jika mengacu pada WHO rasio dokter di jumlah tersebut belum mencukupi. Begitu pula apabila menggunakan acuan matematis, menurutnya, rasio tersebut tetap masih kurang. Tetapi menurutnya dengan jumlah 800 dokter di lapangan, jumah tersebut telah mencukupi.

Arif justru menyoroti distribusi dokter yang perlu diperhatikan dan menjadi pekerjaan rumah. Sebab menurutnya ada area yang tidak terlayani maksimal sementara pada sisi lain ada area yang memiliki banyak dokter.

Lebih lanjut selaku Ketua IDI, ia juga memberikan masukan agar distribusi dokter paling tidak diratakan, khususnya di Sukoharjo bagian Selatan. Tentunya perataan tersebut juga perlu adanya dukungan fasilitas kesehatan.

“Rumah sakit di Sukoharjo ada 10, tapi ada di tengah dan utara lokasinya. Sedangkan di Sukoharjo Selatan tidak ada rumah sakit. Bahkan, pasien Sukoharjo selatan larinya ke Wonogiri,” ungkapnya.

Sementara itu, Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) belum lama ini menjalin kerja sama dengan Kimia Farma Apotek (KFA) di Sukoharjo perihal peningkatan pelayanan pada masyarakat di jam puncak pelayanan.

Ketua Umum PP IAI, Noffendri Roestam, menyampaikan, ada dua hal yang dikerjasamakan oleh IAI dan KFA. Pertama terkait penyediaan apoteker untuk berpraktek di jam-jam puncak di apotek Kimia Farma. Kedua kerja sama tersebut berkaitan dengan jenjang karir apoteker yang diadopsi dan diadaptasi dari program The Internatinal Pharmaceutical Federation (FIP).

Sebab menurutnya, di outlet-outlet tertentu, pada jam puncak layanan, dibutuhkan kecepatan dan optimalisasi pelayanan. Hal tersebut ternyata seringkali tidak bisa dipenuhi oleh apoteker internal.

Noffendri mengaku sudah berkoordinasi dengan Indonesian Young Pharmacist Group (IYPG) untuk mengkomunikasikan pada anggotanya yang bersedia berpraktek di apotek tertentu di jam-jam puncak tersebut.

Seperti diketahui, YIPG merupakan organisasi dibawah IAI yang beranggotakan apoteker muda berusia dibawah 35 tahun. Para apoteker muda ini terlebih dulu akan mendapat pelatihan dari IAI, agar dapat melayani kebutuhan pasien saat berpraktek di KFA.

“Saya meminta IYPG, karena biasanya anak-anak muda ini lebih lincah ketika harus melakukan pelayanan kefarmasian di beberapa tempat berbeda,” beber Noffendri.

Menurutnya IAI juga tengah menyiapkan jenjang karir apoteker yakni dimulai dari apoteker pratama, madya dan utama.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama KFA, Agus Chandra mengatakan, IAI memberikan solusi bagi Kimia Farma Apotek yang membutuhkan bantuan tenaga apoteker di saat peak hours.

Saat ini Kimia Farma Apotek juga telah memiliki 12.000 tenaga kerja, 9.000 diantaranya tenaga kerja kefarmasian yang terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.

Namun, diakui Agus, jumlah tenaga apoteker tersebut ternyata masih kurang. Sehingga pihaknya membutuhkan bantuan IAI untuk menyediakan apoteker di jam-jam puncak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya