SOLOPOS.COM - Ilustrasi buruh tani memanen padi di Klaten. (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Klaten memastikan ketersediaan atau stok pangan terutama beras di Klaten aman hingga Lebaran 2024. Produksi beras dipastikan masih surplus.

Berdasarkan data yang dihimpun Solopos.com dari DKPP Klaten, setiap bulan ada panen padi dari para petani. Pada Februari-April mendatang, estimasi ada 22.201 hektare (ha) sawah yang panen.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Perinciannya 4.172 ha pada Februari, 6.550 ha pada Maret, dan 11.479 ha pada April. Dari luas panen itu, estimasi produksi yang dihasilkan yakni 16.025 ton beras pada Februari, 25.389 ton beras pada Maret, dan 44.692 ton beras pada April.

Jika ditotal, selama tiga bulan produksi beras yang dihasilkan di Klaten mencapai 86.106 ton beras. Sementara kebutuhan rata-rata konsumsi beras di Klaten per bulan sekitar 9.500 ton atau 28.500 ton untuk tiga bulan.

Artinya, produksi beras di Klaten selama tiga bulan produksi itu atau Februari-April surplus mencapai 57.603 ton. “Insyaallah untuk ketersediaan aman sampai Idul Fitri,” kata Kepala DKPP Klaten, Widiyanti, saat dihubungi Solopos.com, Selasa (27/2/2024).

Disinggung penyebab harga beras melambung tinggi belakangan ini, Widiyanti mengatakan masih mencari tahu penyebab pasti kenaikan tersebut. “Logikanya kalau harga beras naik karena kelangkaan, di Klaten tidak terjadi kelangkaan beras. Tentu ada faktor lain. Ini juga yang sedang kami cari tahu,” kata Widiyanti.

Di sisi lain, konsumsi sumber karbohidrat selain beras bisa menjadi alternatif seiring kenaikan harga beras akhir-akhir ini. Pemkab juga sudah menggulirkan program Kemis Ora Nyego.

Sumber Karbohidrat Alternatif

Program yang mengajak tidak mengonsumsi beras saban Kamis itu diluncurkan pada 2023 lalu dan diharapkan bisa dilakukan di setiap organisasi perangkat daerah (OPD) Pemkab Klaten. Konsumsi beras bisa diganti dengan produk pangan lokal seperti ubi kayu, jagung, ubi jalar, dan lain-lain.

Program tersebut salah satunya untuk mengurangi ketergantungan pada nasi sebagai sumber karbohidrat dan menggantinya menggunakan produk pangan lokal lainnya. “Tetapi memang untuk membiasakan program itu butuh proses,” kata Widiyanti.

Sumber karbohidrat pengganti nasi yang mudah ditemukan dengan harga terjangkau, Widiyanti mencontohkan ubi kayu yang harganya Rp4.000-Rp5.000 per kg. “Pengelolaannya bisa direbus terus dimakan dengan sayur. Bisa juga dibuat seperti nasi atau sawut tawar dan dimakan selayaknya nasi,” kata dia.

Widiyanti menjelaskan dari sisi produksi, Klaten merupakan daerah surplus beras. Namun, upaya mengurangi konsumsi beras melalui program itu diperlukan untuk tetap menjaga ketersediaan pangan tetap terjaga.

“Produksi beras di Klaten bukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Klaten saja, tetapi juga untuk kebutuhan tingkat Jateng maupun nasional,” jelas dia.

Bupati Klaten, Sri Mulyani, mengatakan hingga kini Klaten masih mengalami surplus beras dilihat dari angka produksi. Artinya, ketersediaan pangan di Klaten masih terjaga.

Sementara itu, salah satu pedagang di Pasar Delanggu, Mulyani, mengatakan harga beras beras jenis medium saat ini Rp16.000 per kg. Sementara jenis beras 64 super harganya Rp16.500 per kg.

Soal pasokan beras, dia mengatakan masih lancar. Hanya, pembelian sedikit menurun. “Ya sejak ada bantuan-bantuan beras itu sekarang agak sepi,” kata Mulyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya