SOLOPOS.COM - Host atau pembawa acara salah satu akun Tiktok Shop tengah menawarkan produk tas jinjing di kamar studio salah satu pelaku UMKM di Kecamatan Wonogiri, Kamis (28/9/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Para pelaku usaha mikro kecil dan menengah atau UMKM di Wonogiri yang memasarkan produk mereka via TikTok Shop kini dihantui perasaan waswas.

Tingkat penjualan produk usaha mereka terancam menurun hingga sumber pendapatan hilang setelah pemerintah resmi melarang social e-commerce seperti TikTok Shop untuk transaksi. Padahal mereka baru saja mulai menikmati peningkatan penjualan produk di aplikasi asal China tersebut.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Larangan TikTok Shop tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 31/2023 tentang Perizinan Berusaha Periklanan Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. 

Salah satu pelaku UMKM di Wonogiri, Yusuf, 28, mengaku khawatir dengan aturan terbaru yang melarang transaksi di TikTok Shop itu. Saat ini TikTok Shop menjadi media andalannya untuk memasarkan produk berupa tas jinjing plastik dan kacang mete.

Tingkat penjualan produk itu di TikTok Shop dinilai jauh lebih tinggi dibandingkan lokapasar online lain yang ia gunakan seperti Shopee dan Lazada. 

“Ya khawatir, saya ini sekarang fokusnya jualan di TikTok Shop. Kalau itu dilarang, otomatis tingkat penjualan saya turun drastis,” kata Yusuf saat ditemui Solopos,com di rumahnya di Kecamatan Wonogiri, Kamis (28/9/2023).

Yusuf mengatakan baru setahun terakhir ini menggunakan TikTok Shop untuk berjualan. Dalam setahun transaksi dua produk yang dijualnya sudah hampir mencapai lebih dari Rp600 juta.

Nilai itu sudah hampir setengah dari total nilai transaksi di lokapasar lain yang dia gunakan sekitar Rp1,5 miliar. Menurut warga Wonogiri itu, pelarangan TikTok Shop menyediakan fitur transaksi pembayaran ini bakal merugikan banyak pelaku UMKM.

Langkah Keliru

Padahal TikTok Shop ini sudah banyak membantu pelaku-pelaku usaha baru untuk mendapatkan keuntungan cukup besar. 

“Kalau alasan pelarangan Tiktok Shop menyediakan transaksi pembayaran karena bikin pasar-pasar offline sepi pengunjung itu aneh. Masalahnya bukan di situ. Ada atau tidaknya TikTok Shop pasar memang sudah lama sepi karena orang sekarang banyak beli barang secara online,” ujar dia.

Pelarangan itu, lanjut Yusuf, merupakan langkah keliru. Sebab selama ini justru TikTok Shop yang cukup adil dalam ekosistem penjualan online dibandingkan lokapasar lain.

Bagi penjual pemula pun bisa mendapatkan pembeli asal rajin melakukan siaran langsung menawarkan produknya. Di sisi lain, perang harga di aplikasi ini tidak mengerikan seperti di lokapasar lain. 

Hal itu lantaran tampilan penjualan di TikTok Shop berbeda dibandingkan lokapasar lain. Lokapasar lain menampilkan produk yang sama dari banyak pedagang dalam satu tampilan beserta harganya.

Hal itu membuat para pedagang berlomba-lomba memberikan harga yang paling murah. Akibatnya persaingan usaha menjadi tidak sehat. Hanya pedagang sekaligus yang menjadi produsen dengan modal besar yang bisa bertahan di lokapasar semacam itu. 

“Di TikTok, orang perlu mencari satu-satu akun penjual untuk membandingkan harga. Itu lebih ribet. Makanya banyak pembeli yang biasanya tidak sampai membandingkan harga sehingga membeli apa yang ditampilkan di FYP [for your page] atau lini masa mereka,” jelas dia.

Menurut pelaku UMKM di Wonogiri itu, yang menjadi masalah bukan social e-commerce seperti TikTok Shop yang menyediakan transaksi pembayaran. Melainkan produk-produk luar negeri seperti China yang membanjiri TikTok Shop dan menawarkan harga sangat murah.

Merugikan Pelaku UMKM

Dia menilai produk-produk dari China itu menggeser produk lokal. “Justru itu yang harus diatur. Mereka memproduksi secara massal yang sedang ramai di sini dan dijual murah. Akhirnya UMKM lokal kalah. Harusnya ada pembatasan, kalau perlu barang-barang impor itu dilarang dijual di situ. Itu malah menyelesaikan masalah,” kata Yusuf.

Hal yang sama diungkapkan pelaku usaha lain asal Desa Slogoretno, Rudi Prastowo. Pria 43 tahun itu menjual berbagai macam alat-alat dapur seperti pasar, parutan kelapa, dan serutan es batu. Dia baru memulai menggunakan Tiktok Shop untuk berjualan sejak Desember 2022. 

Tetapi baru beberapa bulan terakhir ini ada peningkatan penjualan yang signifikan. Dalam sepekan dia bisa menjual 100-200 alat dengan harga sekitar Rp50.000/unit. Rudi menggunakan TikTok Shop karena lokapasar lain yang biasa dia gunakan sedang sepi pembeli. 

Rudi mengaku cemas peningkatan penjualan yang baru dia rasakan itu akan turun drastis dengan larangan TikTok Shop. Menurut dia, larangan TikTok Shop untuk menyediakan transaksi pembayaran itu bukan kebijakan yang tepat. 

“Yang harus diatur itu barang-barang impor dari China itu. Barang impor merugikan pelaku UMKM lokal. Mereka memproduksi barang-barang di sana dan dijual di sini dengan harga murah,” ucapnya.

Ia mencontohkan pasah atau perajang buah atau sayur. Produk China dibuat semirip mungkin dengan yang ia jual tapi produk dari China itu dijual dengan harga lebih murah. Dia menambahkan barang-barang yang ia jual semuanya produk lokal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya