Soloraya
Sabtu, 7 Oktober 2023 - 15:58 WIB

Titir Kentungan Warga Melawan Bau Busuk Limbah PT RUM Sukoharjo

Mariyana Ricky P.D  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga membawa kentongan dan wayang kardus saat mengikuti aksi Festival Sungai Bengawan Solo Njogo Kali, Njogo Bumi di Desa Gupit, Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu (29/7/2023). (Solopos.com/Mariyana Ricky P.D.)

Solopos.com, SUKOHARJO — Puluhan warga memukul kentungan dan titir saat mengikuti aksi Festival Sungai Bengawan Solo Njogo Kali, Njogo Bumi di Desa Gupit, Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu (29/7/2023).

Beberapa di antara mereka ada yang membawa wayang kardus dengan berbagai pesan tertulis di badannya.

Advertisement

Aksi bertajuk Titir Bareng Melawan Pencemar Lingkungan itu digelar dalam rangka memperingati Hari Sungai Nasional, sekaligus sebagai upaya warga setempat melawan dampak pencemaran limbah PT. Rayon Utama Makmur (RUM) Sukoharjo yang dinilai mencemari Sungai Gupit yang bermuara di Sungai Bengawan Solo.

PT RUM merupakan korporasi yang memproduksi serat rayon dengan target 80.000 meter dalam setahun. PT RUM berdiri di atas tanah seluas 578.058 meter persegi di Jalan Raya Songgorunggi-Jatipuro, Desa Plesan, Nguter, Sukoharjo.

Dalam produksi serat rayon tersebut, mereka diperkuat oleh sekira 1.400 tenaga kerja. Selama proses produksi, warga sekitar mengeluhkan bau busuk yang menyengat sejak 2017.

Penelusuran jejak limbah PT RUM ini cukup panjang dan melibatkan nama produsen tekstil dan produk tekstil papan atas, PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex. PT Sri Rejeki Isman Tbk. yang diketahui bersangkutan dengan PT RUM cenderung berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan.

Melansir Bisnis.com, Sri Rejeki Isman memang tidak mencantumkan RUM sebagai anak usaha. Namun, keberadaan RUM tidak lepas dari pengembangan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Sritex.

Laporan Keuangan Sritex tahun 2014 – 2018 mengungkap relasi antara Sritex, keluarga Lukminto dengan RUM. Dalam laporan keuangan tahun 2014, misalnya, SRIL secara khusus menjelaskan bahwa pembangunan PT RUM dimaksudkan untuk memperkuat suplai bahan baku serat rayon produksi pemintalan SRIL.

Bagaimana kiprah bisnis PT RUM? RUM diketahui mulai memproduksi serat rayon sejak tahun 2017. Bahan baku serat rayon adalah pulp atau bubur kertas jenis dissolving grade. Jenis bubur kertas merupakan bahan baku serat rayon.

Advertisement

Bahan baku utama yang digunakan menopang segmen pemintalan Sritex. Perusahaan ini ditargetkan memproduksi 80.000 ton serat rayon untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor.

Namun alih-alih mengurangi impor, kebutuhan bahan baku, dissolving grade, RUM sangat tergantung dari suplai barang dari luar negeri. Pihak RUM mengimpor bahan baku dari beberapa negara seperti Austria, Brazil, hingga Kanada.

Data Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) mencatat dalam kurun 2017 – 2018 total impor dissolving grade RUM dengan kode harmonized system (HS) 47020000 mencapai 21.971,5 ton senilai US$20,7 juta. Jumlah ini terdiri atas 12.119,7 ton atau senilai US$11,7 ton pada 2017 dan pada 2018 sebanyak 9.851,8 ton (US$9,03 juta).

SRIL diketahui mulai membeli serat rayon dari RUM senilai US$2,15 juta pada 2017. Nilai transaksi pembelian serat rayon RUM oleh Sritex tercatat naik pada 2018. Total transaksi pembelian SRIL atas bahan baku serat rayon dari RUM pada waktu itu senilai US$2,64 juta atau sekitar Rp36,9 miliar.

Transaksi pembelian antara PT Rayon Utama Makmur (RUM) dan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) naik cukup signifikan pada tahun 2019 mencapai US$10,08 juta atau naik hampir empat kali lipat dibandingkan tahun 2018 yang mencapai US$2,6 juta.

Padahal pengakuan manajemen PT RUM, perusahaan belum beroperasi optimal lantaran terganjal persoalan lingkungan (bau limbah hasil produksi).

Posko warga terdampak PT RUM di Desa Gupit, Kecamatan Nguter, Sukoharjo, Rabu (12/7/2023). (Solopos.com/Mariyana Ricky P.D.)

Muatan Gas H2S di Limbah PT RUM

Advertisement

Mengutip naskah publikasi Fauziah Ratih Widyastuti berjudul Sengketa Lingkungan Hidup (Studi Kasus PT. Rayon Utama Makmur (RUM) di Kabupaten Sukoharjo) (2018) bau busuk limbah yang dikeluhkan masyarakat membuat Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sukoharjo untuk mengirim tim independen, guna mengaji limbah yang dikuarkan PT RUM.

Berikutnya, tim independen mengambil sampel di sejumlah titik pembuangan yang berjarak 500 m dari pabrik, pada 31 Januari-5 Februari 2018.

Mereka kemudian mengujinya di laboratorium Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dari uji laboratorium, sampel limbah cair PT RUM dinyatakan tidak memenuhi parameter baku mutu limbah cair berdasarkan Total Dissolved Solid (TDS) dan Chemical Oxygen Demand (COD).

Pengolahan limbah gas PT RUM juga disinyalir belum memadai dalam pengurangan muatan gas H2S. Maka bisa ditebak, warga sekitar pabrik mengalami dampaknya.

Laporan uji laboratorium tim independen menyebut, gas hidrogen disulfida (H2S) dari PT RUM mempunyai densitas setinggi 1,393 g/dm3, atau di atas densitas udara (1,293 g/dm3).

Setelah ditelisik absorsi gas di sekeliling cerobong pabrik rupanya belum berjalan maksimal. Artinya, warga sekitar dapat menghirup gas H2S dengan mudah.

Masih mengutip naskah publikasi yang sama, penyelesaian sengketa limbah industri melalui mediasi di PT RUM tidak menemukan titik temu, sehingga pada tanggal 23 Februari 2018 Pemkab Sukoharjo resmi menutup izin operasional PT RUM.

Advertisement

Keputusan itu meminta RUM untuk menghentikan sementara produksi serat rayon. PT RUM juga diberikan waktu 18 bulan, guna menuntaskan persoalan mengenai bau gas hasil produksinya.

Penghentian sementara PT RUM merupakan rangkaian dari tindakan administratif yang telah ditempuh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukoharjo sebelumnya.

Tujuh bulan kemudian, pada September 2018, PT RUM kembali beroperasi dengan dalih sudah memasang alat penetral bau.

Namun, warga sekitar kembali terganggu dengan bau limbah. Bahkan, mereka menuding limbah dari PT RUM telah mencemari sungai sehingga banyak ikan yang mati.

Puncaknya pada triwulan terakhir 2019, warga berunjuk rasa menyampaikan tuntutan, Tiga tuntutan itu ialah meminta penghentian pencemaran lingkungan PT RUM, pencabutan izin lingkungan PT RUM, serta meminta aparat tidak bertindak represif terhadap demonstran.

Tuntutan terakhir bukanlah tanpa alasan. Aksi unjuk rasa yang dilakukan warga kerap mendapatkan perlawanan keras dari aparat. Beberapa warga bahkan ditangkap.

Warga juga sempat mengungsi ke Rumah Dinas Bupati Sukoharjo yang kemudian ditolak masuk dan terpaksa tidur di depan gerbang hingga pagi.

Advertisement
Warga terdampak limbah PT RUM di depan PN Sukoharjo, Kamis (10/8/2023). (Solopos.com/Mariyana Ricky P.D.)

Perlawanan warga terus berlangsung seiring pabrik yang enggan berhenti beroperasi. Catatan Solopos.com, PT RUM baru memulai pengadaan H2SO4 recovery pada Februari 2020.

Namun, PT RUM mengakui ada kendala dalam mendatangkan alat H2S04 recovery karena pendemi virus Corona atau Covid-19.

Tidak hanya bau busuk, limbah cair yang dihasilkan PT. RUM juga mencemari air akibat pipa pembuangan limbah cair yang melintasi aliran Sungai Gupit hingga berakhir di Sungai Bengawan Solo.

Beberapa kali air sungai tercemar akibat kebocoran pipa fiber yang berisikan limbah cair hasil produksi serat rayon.

Dampak pipa bocor tidak hanya mencemari sungai, tetapi juga merusak beberapa lahan sawah warga. Beberapa lahan warga terkena longsor akibat dari limbah yang bocor dari pipa tersebut.

Sejak pertengahan 2022 PT. RUM berhenti beroperasi karena menipisnya bahan baku produksi. Hal ini tercantum pada surat direktur umum PT. RUM bernomor NO.005/RUM-DIR/VI 2022.

Hal ini dipertegas dengan surat resmi dari PT RUM yang dilayangkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Juni 2022. Surat resmi itu juga ditembuskan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sukoharjo.

Advertisement

Surat pemberitahuan belum produksi yang juga disampaikan sebagai tembusan kepada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sukoharjo bernomor 015/RUM-DIR/IX/2022.

Dalam surat, tersebut PT RUM memberitahukan tiga hal alasan. Salah satunya yakni dengan pemberhentian produksi pihaknya tidak melakukan aktivitas pengolahan air limbah di instalasi pengolahan air limbah (IPAL) PT RUM.

“Sampai dengan surat ini dibuat kami belum bisa melakukan produksi karena keterbatasan bahan baku. Dengan berhentinya produksi tidak ada pula aktivitas pengolahan air limbah. Begitu juga untuk pemantauan manual kualitas air limbah yang sedianya dilakukan setiap bulan, tidak bisa kami lakukan,” tulis dalam tiga poin surat tersebut.

Gugatan Class Action Warga Terdampak Limbah

Pada, Kamis (9/3/2023), warga terdampak pencemaran PT. RUM mendaftarkan Gugatan Perwakilan Kelompok (class action) ke Pengadilan Negeri Sukoharjo (PN Sukoharjo). Hal tersebut menandai babak baru dalam perjuangan warga melawan PT RUM sejak akhir 2017.

Sebelumnya warga sudah melakukan berbagai upaya untuk melawan pencemaran tersebut, mulai dari melaporkan kasus tersebut ke Dinas Lingkungan Hidup Sukoharjo (DLH Sukoharjo) hingga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat (KLHK), serta aksi massa.

Namun usaha tersebut belum pernah melahirkan hasil yang memuaskan bagi warga terdampak. Gugatan class cction tersebut berakhir buntu. Warga Desa Gupit, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo, yang mangajukan class action itu menawarkan enam poin dalam mediasi dengan PT RUM, Rabu (5/7/2023).

Advertisement

Kuasa hukum warga Desa Gupit, Nasrul Saftiar Dongoran, saat dimintai konfirmasi Solopos.com pada Kamis (6/7/2023) mengatakan secara aturan untuk perkara perdata wajib diadakan mediasi oleh hakim sebelum pembacaan gugatan.

Sehingga pengajuan proposal itu merupakan mekanisme tahapan penyelesaian yang harus di ikuti oleh penggugat dan tergugat.

“Usulan warga pada pokoknya tetap menginginkan PT RUM untuk menghentikan bau dan pencemaran lingkungan. Selain itu juga melakukan permohonan maaf secara terbuka serta memulihkan kerugian warga dan lingkungan,” ungkap Nasrul.

Berdasarkan kesepakatan pada 21 Juni 2023 berkaitan dengan jadwal mediasi antara penggugat, tergugat, dan mediator dalam Perkara Nomor: 29/Pdt.G/2023/PN Skh, Nasrul membeberkan warga mengajukan enam poin dalam tawaran proposal perdamaian.

Isi poin pertama, tergugat diminta menyampaikan permintaan maaf secara terbuka karena telah menyebabkan bau busuk, pencemaran udara, dan pencemaran air di Kabupaten Sukoharjo.

Permintaan maaf disampaikan setidaknya melalui tiga media cetak nasional dan empat media cetak di Jawa Tengah selama tiga hari berturut-turut.

Kedua mereka meminta tergugat berhenti memproduksi serat rayon dan menggantinya dengan jenis produk lain yang tidak menimbulkan bau busuk, pencemaran lingkungan, dan pencemaran air. Serta tidak merusak Sungai Gupit maupun Bengawan Solo dengan membuat roadmap penggantian produksi selama masa mediasi.

Pada poin ketiga mereka meminta agar tergugat mengganti biaya pemulihan atas kerugian yang dialami oleh para penggugat sebesar Rp5 miliar. Nantinya jumlah tersebut akan digunakan oleh para penggugat untuk membuat klinik kesehatan dan pemeriksaan kesehatan warga.

Selanjutnya pada poin keempat, tergugat diminta segera membongkar pipa air limbah milik pabrik di daerah aliran sungai (DAS) maupun sempadan Sungai Gupit sampai ke Bengawan Solo.

Poin kelima, tergugat diminta mengganti biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp5 miliar yang akan digunakan oleh para penggugat untuk revitalisasi Sungai Gupit dan Bengawan Solo.

Poin terakhir, jika tergugat telah menyetujui tawaran perdamaian yang kemudian dituangkan dalam akta perdamaian (akta van dading), namun di kemudian hari PT RUM melanggar kesepakatan dalam akta tersebut, maka seluruh harta benda milik tergugat menjadi milik para penggugat dan anggota kelompok.

Pipa limbah cair PT RUM yang berada di aliran Sungai Gupit, Kecamatan Nguter, Sukoharjo, Rabu (20/7/2023). (Solopos.com/Mariyana Ricky P.D.)

Kuasa hukum warga dari LBH Semarang, Nico Wauran, mengatakan PT RUM mengatakan tidak bisa memenuhi tuntutan warga.

Warga yang juga aktivitis lingkungan hidup Desa Gupit, Sarmi, mengatakan pihaknya tetap akan berjuang mendapatkan keadilan atas dugaan pencemaran lingkungan yang telah dirasakan sejak 2017. Meski proses hukum masih mengambang, warga optimistis dengan langkah hukum yang mereka tempuh.

“Setiap pekan kami menyempatkan diri menghadiri persidangan di PN Sukoharjo. Kami juga meninggalkan pekerjaan masing-masing, hanya sedikit yang ikut mewakili untuk menghormati persidangan supaya tidak terlalu ramai,” papar Sarmi, Kamis.

Terpisah, Kuasa Hukum PT RUM, Dani Sriyanto, mengklaim PT RUM terus melakukan perbaikan, ia juga meminta masyarakat melihat PT RUM  sebagai aset.

Jika pabrik tersebut tutup akan banyak dampak yang ditimbulkan. Banyak karyawan yang akan menganggur, tingkat perekonomian masyarakat yang terganggu juga penghasilan devisa yang menurun.

Mereka mengajukan dua penawaran perdamaian kepada warga Desa Gupit, Kecamatan Nguter, Sukoharjo yang menggugat mereka melalui class action. Mereka mengaku tak bisa memenuhi enam tuntutan warga yang diajukan dalam proposal perdamaian.

Tawaran itu yakni PT RUM bersedia memenuhi konsekuensi dari dampak kesehatan yang diderita oleh para penggugat yang diduga diakibatkan kegiatan pabrik rayon tersebut.

“PT RUM telah merealisasikan Rumah Layanan Kesehatan/Poliklinik di wilayah Nguter dan akan mengoptimalkan layanan kesehatan tersebut. Bagi para penggugat bisa menggunakan layanan itu secara gratis. Termasuk apabila ada yang memerlukan penanganan lebih lanjut ke rumah sakit pemerintah, maka pihak PT Rayon Utama Makmur sanggup untuk membiayai biaya pengobatan tersebut,” ujar PT RUM dalam surat ditandatangani oleh Direktur Mochamad Rachmat beserta Kuasa Hukum PT RUM, Dani Sriyanto, Lukman Hakim, Mulyanto dan Bandung Jaka Suryani yang dibaca Solopos.com, Rabu (12/7/2023).

Tawaran kedua, PT RUM menghentikan operasi hingga waktu yang tidak ditentukan sampai meredanya pandemi Covid-19 dan membaiknya iklim usaha dengan komitmen memberikan kualitas lingkungan yang lebih baik. Penghentian operasi ini dilakukan sejak 6 Juni 2022.

Pendirian pabrik rayon yang berlokasi di Nguter tersebut diklaim telah melalui pertimbangan sesuai tata ruang. Sebab Nguter merupakan Kawasan Industri/Zona Industri, sehingga dapat dipergunakan untuk kegiatan produksi PT RUM.

Dalam keberjalanannya PT RUM telah menyerap tenaga kerja lokal kurang lebih sebanyak 1.400 orang. Namun akibat dampak pandemi Covid-19 dan lain lain, PT RUM sejak 6 Juni 2022 hingga kini tidak beroperasi dan telah merumahkan dan memutasi sebagian karyawannya. Sehingga saat ini jumlah karyawan PT RUM tinggal 300 orang.

“Mudah-mudahan setelah dampak Pandemi berlalu dan membaiknya iklim ekonomi atau usaha PT Rayon Utama Makmur bisa beroperasi lagi,” tulis dalam tanggapan tersebut.

Selanjutnya dituliskan PT RUM selama ini telah memberikan Tanggungjawab Sosial Lingkungan Perusahaan (TJSLP) secara baik kepada masyarakat di sekitar perusahaan.

TJSLP PT RUM bahkan pernah diapresiasi Pemkab Sukoharjo melalui TJSLP Award. Beberapa di antaranya adalah menjadi Peringkat I TJSLP Award pada 2018 untuk bidang Pendidikan dan pada 2020 mendapat peringkat I TJSLP Award bidang pemberdayaan sosial.

“PT RUM memberikan apresiasi yang baik atas setiap proses yang berjalan selama ini, termasuk adanya gugatan class action ini. Dari gugatan ini PT Rayon Utama Makmur bisa belajar, memahami dan mengerti masukan/kritik utamanya dari Para Penggugat class action untuk menjadi lebih baik. Tetapi kesemuanya didalam bingkai hukum/norma hukum yang berlaku,” tulis dalam surat itu.

Kemudian pada Rabu (2/8/2023), mediasi antara warga dengan PT RUM dinyatakan gagal. Kuasa hukum PT RUM mengaku telah menyiapkan jawaban dan bukti-bukti untuk membantah gugatan yang diajukan class action tersebut.

“Kalau dari data kami kan kuncinya di ambang batas mutu. Kalau kami lihat, pabrik rayon ini selain di PT RUM, di  Purwakarta ada 2, Pekanbaru juga ada 1. Itu pasti bau, tetapi selama tidak melebihi ambang batas itu tidak mengganggu kesehatan,” jelas Dani, seusai persidangan di Pengadilan Negeri Sukoharjo, Rabu.

Dani memaparkan pabrik serat rayon seperti PT RUM tidak bisa dibandingkan dengan pabrik yang menghasilkan produk yang berbeda. Ambang batas soal bau, menurutnya, sudah diatur oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Dani juga menyebut Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) milik kliennya sudah masuk dalam pengawasan oleh KLHK. Sayangnya, sambung dia, masyarakat merasa jika di sekitar kawasan tersebut masih bau maka hal itu tidak sesuai aturan.

Termasuk jika air limbah yang dibuang keruh juga dinilai tak sesuai aturan. Padahal menurutnya ketentuan normatif ambang batas sudah ada parameternya.

Kuasa hukum PT RUM, Dani Sriyanto. Rabu (5/7/2023). (Solopos.com/Mariyana Ricky P.D.)

“Kami menempatkan diri sebagai aset masyarakat dan pemerintah. Sehingga input dari masyarakat untuk perbaikan dan penyempurnaan terus kami dengarkan. Nilai positifnya banyak, hal-hal negatif harus diminimalisasi. PT RUM sudah melakukan beberapa langkah,” papar Dani.

Dani mengakui ketidaknyamanan warga harus diminimalkan, namun di sisi lain dampak positif pabrik juga harus dilihat. Ia juga memastikan PT RUM sudah menjalankan pabrik sesuai normanya.

PT RUM juga disebut telah mengantongi rekomendasi teknik (rekomtek) dari Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS) dan Dinas Pekerjaan Umum dan Pendataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Sukoharjo.

Pemasangan pipa PT RUM membutuhkan investasi yang tak sedikit, sehingga menurut Dani tidak mungkin jika dilakukan dengan melanggar izin.

Tak hanya itu proses pembuangan limbah juga diklaim sudah melewati proses tertentu sebelum dibuang ke sungai. Sayangnya masyarakat menilai limbah yang dibuang harus bersih dan tidak berwarna. Jika masih keruh dan berbau langsung divonis menyalahi aturan.

“Jika warga menolak seharusnya sejak awal. Jangan sampai kami sudah seperti sekarang ini baru dicari-cari. Tetapi permintaan teknis seperti klinik juga sudah ada, kalau mau tambah kami sanggupi. Revitalisasi juga ada. Kami minta pengelolaannya, mau swakelola atau bagaimana, harus ada pertimbangan. Harus diperjelas,” ungkapnya.

Menunggu Hasil Gugatan di Meja Hijau

Hingga akhir Agustus, proses gugatan class action terus berlanjut secara daring. Warga terdampak limbah PT RUM, Abdullah mengaku perjuangan tak akan berhenti hingga pabrik tersebut tutup.

“Niat kami dari awal, sejak PT RUM beroperasi menghasilkan limbah udara bau busuk dan cair, kami minta operasional berhenti, pabrik tutup. Ini demi masa depan anak dan cucu, kami tak akan berhenti melawan sampai tujuan kami tercapai,” ungkapnya.

Abdullah mengatakan limbah bau tersebut terbukti menimbulkan efek buruk pada kesehatan. Warga juga kerap merasa mual, pusing, muntah, hingga sesak nafas.

Mengutip data Tim Independen Muhammadiyah pada 2018 yang melakukan analisis survei terhadap 150 masyarakat sebagai responden mengenai tingkat pencemaran yang terjadi di lingkungan akibat limbah pabrik PT RUM, 93% responden menyatakan pencemaran yang terjadi adalah sudah termasuk pencemaran parah.

Sementara hanya 3% yang menyatakan pencemaran biasa, 1% menyatakan masih di dalam batas kewajaran dan tidak menjawab sebesar 3%.

Mengenai dampak yang dirasakan masyarakat, sebesar 90% responden yang menyatakan dampak paling berat yang dirasakan masyarakat adalah dampak kesehatan seperti terjadinya sesak nafas, asma mual, muntah, pusing.

Sementara responden yang menyatakan dampak paling berat berupa dampak ekonomi yang terganggu, dampak pendidikan dan dampak sosial masing-masing sebesar 3%.

“Saat berhenti beroperasi pun, bau busuk limbah PT RUM masih menyengat, meski tak separah dulu. Di sisi lain, PT RUM juga masih memasang pipa meski informasinya rekomendasi teknik belum keluar. Artinya apa? Sampai saat ini PT RUM belum berniat menghentikan operasional. Setelah bahan baku kembali ada, saya kira mereka bisa beroperasi lagi, dampaknya, kami akan Kembali didera bau busuk limbah dan cair yang entah sampai kapan,” tandasnya.

Hingga berita ini ditulis, Minggu (17/9/2023), warga terdampak limbah PT RUM masih menanti pembuktian dugaan Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup dengan terdakwa PT RUM yang masih disidangkan di PN Sukoharjo, selain menunggu hasil gugatan class action.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU pada Kamis (14/9/2023), PT RUM didakwa telah melanggar Pasal 98 ayat (1) dan Pasal 100 ayat (2) jo Pasal 116 ayat (1) huruf a dan Pasal 118 dan Pasal 119 Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).

Pada Selasa (26/9/2023), hakim mengecek lokasi PT RUM selain lingkungan terdampak limbah PT RUM yang menjadi bagian dari proses gugatan class action. Hasilnya akan menjawab penantian warga sejak 2017 hingga saat ini.

Survei Tim Independen Muhammadiyah pada 2018 terhadap responden warga terdampak limbah PT RUM. (Istimewa)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif