SOLOPOS.COM - Para petani keramba mengumpulkan ikan mati di WKO, Dukuh Duwet, Desa Ngandul, Sumberlawang, Sragen, Senin (21/11/2023). (Istimewa/Sutarto)

Solopos.com, SRAGEN — Seratusan ton ikan di keramba milik 16 petani di perairan Waduk Kedung Ombo (WKO) di Dukuh Duwet, Desa Ngandul, Kecamatan Sumberlawang, Sragen, mati mendadak pada Minggu-Selasa (19-21/11/2023). Kematian ikan akibat fenomena upwelling ini membuat para petani ikan merugi sampai miliaran rupiah.

Di Dukuh Duwet ada 42 petani keramba. Mereka mebudidayakan ikan jenis nila, tombro, lele, dan patin. Dari keempat jenis ikan itu hanya lele dan patin yang bisa bertahan dengan fenomena upwelling. Sementara jenis ikan nila dan tombro rentan terhadap fenomena tersebut.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Upwelling adalah fenomena di mana massa air waduk yang dingin lebih besar dan bergerak dari dasar ke permukaan waduk karena pergerakan angin di atasnya.

Petani keramba asal Duwet RT 019, Sutarto, 42, mengungkapkan upwelling itu terjadi saat kondisi air WKO surut sehingg gas amoniak kotoran ikan di dasar waduk terangkat ke permukaan. Ikan jenis nila dan tombro, kata dia, tidak akan mampu bertahan hidup kalau sudah terkena dampak upwelling. Di sisi lain posisi keramba di Duwet ini sudah tidak bisa dipindah sehingga petani seperti Sutarto hanya bisa pasrah.

“Mau dipindah ke lokasi dengan air yang lebih baik tidak memungkinkan karena harus melewati fenomena tersebut. Bila bertahan di lokasi keramba sekarang juga tidak memungkinkan,” ujarnya saat ditemui wartawan, Selasa (21/11/2023).

Pada Minggu (19/11/2023), ada 1,8 ton ikan mati mendadak. Padahal ikan-ikan itu sudah dipesan pelanggan pada Minggu malam. Sehari berikutnya, Senin (20/11/2023), seluruh ikan nila dan tombro di karamba yang jumlahnya menapai 20 ton mati.

Sutarto dan petani keramba lainnya sudah memahami tanda-tanda upwelling itu pada dua hari sebelumnya. Mereka rela melakukan antisipasi sampai tidak tidur semalaman. Akhirnya ada sebagian ikan yang berhasil diselamatkan.

“Yang paling parah ya keramba tempat saya dan adik saya. Petani lainnya ada yang mati 4-5 ton. Saat upwelling airnya berubah menjadi keputih-putihan dan itu membahayakan ikan. Ini fenomema upwelling yang berdampak paling besar selama 15 tahun saya jadi petani keramba,” ujarnya.

Minta Bantuan Bibit

Pria yang akrab disapa Tarto ini mengaku semua ikan nila dan tombronya habis, tinggal ikan lele dan patin yang harganya rendah. Ikan nila maupun tombro harganya bisa Rp25.000/kg. Bila jumlah ikan yang mati milik Sutarto mencapai 20 ton maka kerugiannya bisa mencapai Rp500 juta.

“Kalau dulu kapasitas kerambanya tidak sebanyak sekarang. Dampak upwelling pun tak begitu parah. Sekarang petani muda berani berspekulasi. Harapannya ikan-ikan itu disiapkan untuk menghadapi Tahun Baru yang harganya sampai Rp30.000/kg,” ujarnya.

Karena sudah jadi bangkai dan tidak bisa dimanfaatkan ikan-ikan yang mati dikubur di pinggir WKO. “Dari 42 petani keramba hanya 15-16 orang yang terdampak upwelling,” jelas Tarto yang berharap ada bantuan pemerintah.

Kades Ngandul, Sumberlawang, Supriyanto, berharap ada bantuan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen atau dinas terkait kepada petani terdampak upwelling. Bantuan yang dimaksud bisa berupa pemberian bibit ikan.

“Jumlah ikan yang mati milik satu petani saja mencapai 20 ton. Belum petani-petani lainnya. Kalau harga ikan sekarang Rp25.000/kg maka untuk 20 ton silakan dihitung sendiri. Penyebabnya ya upwelling itu. Warna airnya seperti belerang,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya