SOLOPOS.COM - Sumur Drajat di kompleks Museum Wayang Indonesia, Kelurahan/Kecamatan Wuryantoro, Wonogiri, Kamis (19/11/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Di kompleks Museum Wayang Indonesia yang berlokasi di Kelurahan/Kecamatan Wuryantoro, Wonogiri, terdapat satu sumur tua legendaris yang dikenal dengan nama Sumur Drajat.

Sumur itu disebut tak pernah kering termasuk di musim kemarau sekalipun. Salah satu keistimewaan lain yang membuat sumur ini terkenal karena kerap digunakan Presiden Kedua RI Soeharto untuk mandi saat masih belia.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Penjaga Museum Wayang Indonesia Wonogiri, Rakino, mengatakan kompleks Museum Wayang Indonesia berada di bekas rumah ayah angkat Presiden Soeharto yang bernama Prawirohardjo atau dikenal dengan nama Pak Bei Tani.

Hampir semua bangunan rumah Pak Bei Tani saat ini sudah tidak berbekas. Hanya sumur dan bak mandinya yang tersisa. Sumur itu terletak persis di belakang museum.

Rakino menceritakan dulu  selain digunakan Pak Bei Tani dan keluarga, Soeharto kecil juga sering mandi di sumur itu. Soeharto dititipkan orang tuanya dari Bantul, Yogyakarta, kepada Pak Bei Tani saat belia sampai lulus sekolah rakyat.

Saat diasuh ayah angkatnya itu, Soeharto kerap menimba air lalu memasukkannya ke dalam bak mandi yang berada persis di samping sumur tersebut. Sampai saat ini sumur di belakang Museum Wayang Wonogiri itu masih digunakan warga sekitar.

Sejak dibangun era 1920-an, air di sumur itu tidak pernah mengering. Bahkan, menurut Rakino, pada zaman dulu, ketika musim kemarau, banyak warga yang rela mengantre panjang untuk mengambil air dari sumur bersejarah itu.

“Sekarang, sebagian masyarakat percaya air dari sumur itu memiliki tuah. Banyak yang mengambil air di sumur itu untuk hajat tertentu,” kata Rakino saat dihubungi Solopos.com, Jumat (24/11/2023).

Banyak Orang Datang untuk Berdoa

Dia melanjutkan pada hari dan bulan tertentu, banyak orang datang ke Sumur Drajat untuk berdoa sekaligus mengambil air. Mereka yang datang tidak hanya warga lokal, tapi malah lebih banyak orang dari luar Jawa seperti Medan, Makassar, Jambi, dan Kalimantan.

Biasanya mereka datang setahun sekali. “Ada juga pejabat lokal yang datang hampir rutin setiap beberapa bulan sekali. Berarti kan dia menganggap sumur itu keramat,” ujar dia.

Rakino tidak tahu persis kapan sumur di belakang Museum Wayang Wonogiri itu mulai dinamai Sumur Drajat. Yang jelas nama itu sudah dikenal lama. Penamaan Sumur Drajat disebut tidak lepas dari sosok Presiden Soeharto yang menggunakan sumur itu untuk mandi semasa kecil.

Menurut Rakino, berdasarkan sejumlah sumber, nama Sumur Drajat dipakai karena sumur itu dinilai mampu mengangkat derajat Soeharto dari anak seorang petani menjadi Presiden Kedua RI.

Dia mengatakan sampai saat ini tidak banyak bangunan dari sumur itu yang berubah. Keluarga dan kerabat Soeharto meminta agar bentuk sumur itu tidak diubah. “Jadi ya dari dulu memang bentuknya seperti itu, cuma ditambah cat,” ucap dia.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Wonogiri, Eko Sunarsono, mengatakan sumur itu memang masih berkaitan erat dengan Soeharto kecil saat masih diasuh Pak Bei Tani, seorang mantri pertanian di Kecamatan Wuryantoro kala itu.

Warga masih menjaga dan merawat sumur itu dari dulu sampai sekarang. “Memang sebagian masyarakat percaya air dari sumur itu bertuah. Banyak yang ambil air di sumur itu ketika memiliki hajat,” kata Eko.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya