Soloraya
Rabu, 6 Maret 2024 - 00:03 WIB

Warga Kentingan Wetan Solo Mengantisipasi Bencana Banjir dengan Ilmu Titen

Candra Septian Bantara  /  Abu Nadzib  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang warga tengah melintas di tepian Kali Pepe di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Solo (27/2/2024). (Solopos.com/Candra Septian Bantara)

Solopos.com, SOLO — Warga Kampung Kentingan Wetan, Jebres, Kecamatan Jebres, Solo ternyata mempunyai cara unik untuk memprediksi munculnya bencana banjir.

Mereka menggunakan ilmu titen (hafalan) untuk mewaspadai ancaman bencana alam khususnya banjir.

Advertisement

Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Solo, Kelurahan Jebres memang termasuk dalam kawasan yang rawan banjir dengan skala sedang.

Pasalnya, daerah tersebut berbatasan langsung dengan tanggul Sungai Bengawan Solo.

Pantauan Solopos.com, Selasa (5/4/2024), tinggi bangunan rumah hingga masjid warga Kentingan Wetan memang sedikit berbeda daripada kampung-kampung lainnya.

Advertisement

Rumah dan masjid tersebut dibuat lebih tinggi dari jalan untuk mencegah air masuk ke dalam.

Selain itu, kampung yang punya sebutan lain Kampung Sambi ini juga terdapat alat deteksi dini banjir (early warning system) dari BPBD.

Walaupun dalam beberapa waktu terakhir menurut warga setempat alatnya tidak berfungsi.

Toyo, 59, salah satu warga Kentingan Wetan yang sudah sejak kecil tinggal di sana mengatakan banjir bisa dibilang sudah menjadi hal yang kerap dijumpai.

Advertisement

Sehingga ia hafal betul (titen) dengan tanda-tanda alam yang bisa mengarah ke terjadinya banjir.

Pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang mebel itu mengungkapkan bila di siang hari di langit terlihat awan mendung warnanya hitam sangat pekat maka potensi hujan deras yang memicu banjir cukup tinggi.

Rumahnya yang berjarak kurang dari 10 meter dari bibir Sungai Bengawan Solo membuatnya dengan mudah memantau ketinggian air yang tidak normal bila musim penghujan tiba.

“Kalo saya niteninya dari warna awan. Misal saya melihat awannya berwarna hitam pekat dan curah hujannya dalam beberapa hari tinggi, maka bisa jadi berpotensi banjir. Atau kadang saya cukup melihat sungai di belakang rumah itu, kalau naiknya dalam jangka waktu tertentu tidak normal, maka bisa dipastikan tak lama lagi akan terjadi banjir,” ungkapnya kepada Solopos.com.

Advertisement

Toyo mengaku ilmu tersebut tidak ada yang mengajari termasuk dari BPBD.

Hal itu ia pelajari secara otodidak karena sejak kecil hidup di tepian sungai dan daerah rawan banjir.

Tak berbeda dengan Toyo, Andri Wijaya, 57, juga punya ilmu titen untuk memprediksi banjir.

Ia tidak ada yang mengajari ilmu tersebut melainkan karena terbiasa terkena banjir jadi ia hafal betul tanda-tandanya.

Advertisement

Andri memiliki tiga ilmu titen untuk memperkirakan potensi terjadinya banjir di kampungnya.

Pertama dari suhu yang menurun atau terasa dingin saat malam hari. Kedua suara aliran sungai yang bergemuruh dan suara pepohan yang terdesak aliran air.

Ketiga adalah dengan memantau secara manual di selokan depan rumahnya.

“Saya niteni-nya dengan tiga cara, pertama ketika malam biasanya suhunya menjadi dingin di sekitar sungai. Lalu suara aliran sungainya bergemuruh dan suara kriyet-kriyet pohon-pohon bambu di pinggiran sungai semakin keras karena terdesak aliran air. Terus yang ketika saya pantau ketinggian air di selokan apakah dalam 10 menit kenaikannya satu batu talud (sekitar 20 sentimeter) atau tidak. Jika kenaikannya tidak di atas itu maka potensi banjirnya membesar” kata Andri kepada Solopos.com.

Ilmu yang Andri miliki tak lepas dari pengalaman hidupnya menjadi korban banjir besar di Solo pada tahun 2007 silam.

Waktu itu, banjir setinggi lebih 2,5 meter itu membuat rumahnya hanyut diterjang banjir. Belum lagi pada tahun 2023 silam rumahnya yang baru juga sempat terendam banjir setinggi lebih dari 1 meter.

Advertisement

Andri mengatakan warga kampungnya yang bukan pendatang alias warga asli Kentingan Wetan juga punya insting yang kuat bila ada potensi banjir.

Mereka biasanya baik malam atau siang bila hujannya deras dan berpotensi banjir akan otomatis berkumpul di area selokan depan rumahnya untuk memantau banjir tanpa harus memakai kentongan atau menunggu informasi dari BPBD atau SAR setempat.

“Warga sini itu tanpa nunggu dikentongi atau dapat info dari BPBD atau SAR biasanya sudah feeling duluan. Malam pun jika mereka merasa ada tanda-tanda banjir, maka mereka akan begegesa menuju selokan untuk berjaga dan memantau ketinggian air,” ungkap Andri.

Andri mengaku mulai mengajarkan ilmu titen tersebut pada anak-anaknya agar mereka peka dengan tanda-tanda alam.

Sehingga bilamana menemukan tanda-tanda atau titen tertentu yang mengarah ke bencana banjir maka bisa lebih maksimal untuk persiapan dan mitigasinya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif