SOLOPOS.COM - Ilustrasi dana kelurahan/desa. (Dok)

Solopos.com, WONOGIRI — Sejumlah warga desa di Wonogiri menyayangkan para kepala desa yang menolak atau tidak mencairkan Bantuan Keuangan Provinsi atau Bankeuprov Jateng 2024. Di sisi lain, legislator DPRD Wonogiri juga menilai sikap kepala desa yang menolak Bankeuprov itu justru merugikan warga desa.

Salah satu warga Desa Tawangrejo, Kecamatan Jatipurno, Wonogiri, Rusdi Febrianto, mengatakan Bankeuprov senilai Rp200 juta yang direncanakan diberikan ke Desa Tawangrejo itu sayang sekali jika tidak dicairkan oleh pemerintah desa.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Menurutnya, bankeuprov itu bisa digunakan untuk meningkatkan sarana dan prasarana desa seperti perbaikan jalan desa atau pembangunan talut. Rusdi berpendapat Pemerintah Desa Tawangrejo sebaiknya tetap mencairkan bantuan tersebut.

Kendati demikian, sebagai warga dia tidak menuntut pemerintah desa menerima bantuan itu asal dasar penolakan itu jelas. ”Kalau dilihat dari nominalnya, eman-eman kalau bantuan itu tidak dicairkan. Tetapi saya pribadi percaya kepada pemerintah desa terkait kebijakan menerima atau menolak bankeuprov itu,” kata Rusdi saat dihubungi Solopos.com, Minggu (28/1/2024).

Warga Desa Conto, Kecamatan Bulukerto, Wonogiri, Asef Ardianto, juga mengaku menyayangkan jika kepala desa tidak mencairkan Bankeuprov Jateng 2024. Meski pagu Bankeuprov yang diterima Desa Conto hanya Rp70 juta, hal itu cukup besar untuk ukuran desa.

Dia berharap Pemerintah Desa Conto tetap mencairkan bantuan itu karena yang akan menerima manfaatnya dari penggunaan dana itu adalah warga desa.

Realisasi Tak Sesuai Aturan

Asef mengatakan jika Pemerintah Desa Conto menolak Bankeuprov pada 2024, peningkatan pembangunan infrastruktur desa tertunda. Lagi pula, selama pemerintah desa menerima dan menggunakan Bankeuprov sesuai aturan yang berlaku, seharusnya tidak ada alasan bagi desa menolak bantuan itu.

”Kalau bankeuprov itu bisa dicairkan, ya lebih bagus. Cukup disayangkan kalau bantuan ini tidak diterima. Tetapi kalau secara teknis di lapangan dianggap sulit penggunaannya, ya bagaimana enaknya pemerintah desa saja. Cuma, kalau memang penggunaannya sesuai aturan ya desa seharusnya tidak perlu khawatir,” jelasnya.

Sebagai informasi, Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi) Wonogiri menyatakan menolak Bankeuprov Jateng tahun anggaran 2024. Penolakan itu menyusul adanya indikasi beberapa desa yang merealisasikan anggaran tersebut tidak sesuai aturan sehingga diperiksa Polda Jawa Tengah pada 2023 lalu.

Anggota Komisi I DPRD Wonogiri, Sardi, menilai sikap para kepala desa yang menolak bantuan itu sama sekali tidak tepat. Hal itu mengingat kenyataan di lapangan desa masih butuh banyak pembiayaan untuk pembangunan masyarakat dan desa.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PAN Wonogiri itu mengatakan penolakan tersebut akan menghambat pemberdayaan dan pembangunan desa. Sikap kepala desa menolak Bankeuprov itu justru akan merugikan warga desa. Warga jadi tidak bisa menikmati hasil pembangunan desa.

Di sisi lain, potensi perputaran ekonomi bernilai puluhan hingga miliaran rupiah di setiap desa penerima menjadi hangus akibat sikap kepala desa tersebut. Sardi memaparkan apabila desa mencairkan bantuan itu, akan ada kegiatan padat karya yang melibatkan warga desa.

Kegiatan Padat Karya

Warga desa bisa mendapat penghasilan dari kegiatan tersebut. Sebab mayoritas penggunaan Bankeuprov Jateng di desa untuk kegiatan padat karya seperti pembangunan jalan, jembatan, talut, dan sebagainya.

Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Wonogiri, pada 2024 ada 123 desa di 23 kecamatan di Wonogiri yang bakal menerima Bankeuprov Jateng untuk kegiatan pembangunan sarana dan prasarana desa. Total nilai Bankeuprov itu mencapai Rp24,937 miliar. 

”Secara logika, kalau bantuan itu tidak diterima, yang kasihan warga. Mereka yang dirugikan,” kata Sardi. Sardi menjelaskan sikap para kepala desa yang menolak Bankeuprov dengan alasan banyak penyaluran dan penggunaan bantuan itu yang bermasalah pada tahun sebelumya tidak bisa menjadi dasar yang kuat.

Menurut dia, sepanjang kepala desa bisa merealisasikan penggunaan Bankeuprov sesuai aturan, tidak perlu takut untuk menerima bantuan tersebut.

Sardi menyebutkan salah satu pertimbangan kepala desa menolak itu lantaran beberapa kegiatan yang bersumber dari Banprov dilaksanakan pihak ketiga padahal seharusnya swakelola. Hal itu semestinya bisa dicegah jika memang kepala desa mengerti aturan dan memang tidak ingin dilaksanakan pihak ketiga.

”Toh anggaran bantuan itu kan langsung masuk ke rekening desa. Jadi desa punya otoritas penuh untuk menggunakan anggaran itu sesuai aturan atau tidak,” ungkap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya