Soloraya
Rabu, 8 November 2023 - 20:51 WIB

Asa Konservasi Anggrek Endemik Merapi di Kampung Tertinggi Sapuangin Klaten

Taufiq Sidik Prakoso  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Anggota Kelompok Tani Hutan Sapuangin, Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Klaten, beraktivitas di greenhouse tempat konservasi anggrek Merapi, Sabtu (4/11/2023). (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Tanaman anggrek endemik Merapi yang unik memerlukan upaya konservasi agar tidak punah. Untuk itu lah, puluhan pemuda di kawasan Sapuangin lereng Gunung Merapi wilayah Kemalang, Klaten, bergerak untuk melakukan upaya pelestarian.

Sapuangin sejatinya bukan nama kampung. Nama itu merupakan penyebutan kawasan di Dukuh Canguk dan Dukuh Pajegan, dua kampung berdampingan dan berada paling ujung di Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang.

Advertisement

Berada pada ketinggian sekitar 1.350 meter di atas permukaan laut (mdpl), kampung itu disebut merupakan kampung tertinggi di Kabupaten Klaten. Jaraknya hanya 3,8 kilometer (km) di tenggara puncak Gunung Merapi.

Dari ujung kampung, mata dimanjakan pemandangan alam bukit penuh pepohonan. Bukit itu dikenal warga setempat dengan nama Bukit Ijo yang masuk kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM).

Tak sekadar menjadi penyedap pandangan, kawasan perbukitan itu menjadi benteng alam sekaligus sumber kehidupan warga setempat. Warga mengambil manfaat mulai dari rerumputan yang tumbuh untuk pakan ternak hingga ranting pohon yang berjatuhan untuk kayu bakar.

Advertisement

Imbal baliknya, warga berupaya menjaga kelestarian alam hutan tersebut. Keseimbangan alam dengan perkampungan itu sudah dirawat warga secara turun temurun. Termasuk upaya untuk konservasi anggrek endemik Merapi.

Upaya pelestarian anggrek Merapi dilakukan warga sabuk gunung teraktif di Indonesia tersebut selama beberapa waktu terakhir. Tak terkecuali warga Sapuangin.

Kegiatan pelestarian anggrek Merapi di Sapuangin dimotori sekitar 30 pemuda/pemudi setempat yang tergabung dalam wadah Kelompok Tani Hutan (KTH) Sapuangin.

Tidak Dikomersialkan

Mereka mendirikan greenhouse yang menjadi rumah untuk pelestarian anggrek endemik Merapi pada 2022. Greenhouse itu masih sederhana. Di tempat itu, berbagai jenis anggrek dibudidayakan.

Advertisement

Anggrek-anggrek dilekatkan pada potongan batang pohon serta media tanam pakis yang digantung pada jaring besi serta di dalam pot. Beberapa diberi penanda. Sebagian anggrek merupakan sumbangan warga yang kelak bakal dikembalikan ke habitat aslinya di Gunung Merapi.

Sekitar 14 spesies anggrek dibudidayakan di tempat itu. Salah satu yang dibudidayakan yakni anggrek Vanda tricolor. Anggrek itu merupakan salah satu jenis endemik Merapi.

Anggrek yang saat ini dibudidayakan tak dikomersialkan meski sudah banyak yang menawar untuk membelinya. Tekad warga hanya ingin mengembalikan anggrek-anggrek tersebut ke habitat alaminya di hutan.

Warga didampingi Balai Taman Nasional Gunung Merapi dan  akademisi untuk membudidayakan anggrek endemik Merapi. “Kami juga baru belajar kalau di greenhouse pertumbuhannya bagaimana. Kemudian kalau dikembalikan ke habitat alaminya, media yang tepat bagaimana,” kata Ketua KTH Sapuangin, Srijono, saat berbincang dengan Solopos.com, Sabtu (4/11/2023).

Advertisement

Jauh hari sebelumnya, semangat konservasi anggrek Merapi sudah ditunjukkan warga, salah satunya melalui kegiatan pengembalian anggrek Vanda tricolor ke habitat alaminya.

Di wilayah Sapuangin, sudah ada tiga kali kegiatan pengembalian anggrek Merapi ke habitat alaminya di kawasan TNGM. Pada 2014, warga merilis anggrek Vanda tricolor hasil donasi warga ke kawasan hutan.

Perburuan Besar-besaran

Beberapa tahun berikutnya warga bersama komunitas kembali merelokasi anggrek ke habitat alaminya. Kali terakhir pada 2021, warga bersama Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Bupati Klaten, Sri Mulyani, merelokasi puluhan anggrek Vanda tricolor.

Jumlah total anggrek yang sudah direlokasi mencapai 300 batang. Tak sekadar mengembalikan, warga bersama petugas dari Balai TNGM secara berkala mengecek kondisi anggrek-anggrek yang direlokasi.

Advertisement

Pengecekan itu dilakukan untuk memastikan anggrek-anggrek yang direlokasi di habitat alaminya bisa tumbuh dengan baik. Kepedulian warga Sapuangin ikut dalam upaya konservasi anggrek endemik Merapi lantaran jumlah anggrek tersebut di hutan semakin menyusut.

Salah satunya karena terdampak erupsi Gunung Merapi pada 2010. Mengutip informasi dari Balai Taman Nasional Gunung Merapi, Srijono mengatakan sebelum erupsi 2010, ada sekitar 80 jenis anggrek di kawasan TNGM yang meliputi empat kabupaten di dua provinsi.

Namun, jumlahnya tinggal sekitar 60 jenis anggrek pascaerupsi. Bahkan jauh hari sebelum erupsi 2010, jumlah anggrek di kawasan hutan sisi tenggara Merapi itu jumlahnya sudah banyak berkurang.

Pada era 1980-1990, banyak orang dari luar daerah mengambil anggrek di kawasan hutan sisi tenggara. Tak hanya anggrek, flora lainnya ikut diambil termasuk satwa seperti walang kopo.

Keseimbangan Hak dan Kewajiban Warga

Kala itu, warga tak mengetahui jika anggrek yang diambil ternyata dijual. Setelah mengetahui nilai ekonomi dari anggrek-anggrek tersebut, sebagian warga ikut mengambil.

Lambat laun, warga setempat sadar akan pentingnya menjaga keanekaragaman hayati hingga mereka tak ikut-ikutan mengambil lagi.

Advertisement

“Kalau sekarang orang luar melakukan perburuan anggrek saya kira sudah tidak ada. Karena populasi anggrek di dalam kawasan [sisi tenggara Merapi] sudah jarang ditemukan,” kata Jon.

Untuk warga Sapuangin, saat ini sudah punya hak dan kewajiban salah satunya ikut dalam pelestarian alam. Warga terikat perjanjian kerja sama dengan taman nasional antara lain kewajiban ikut pelestarian kawasan konservasi.

Sementara haknya yakni dapat hasil dari area rerumputan kemudian rencek atau ranting kayu kecil yang bisa digunakan untuk kayu bakar.

Jon mengakui kelompoknya masih terhitung baru dalam mengetahui seluk-beluk budi daya tanaman anggrek endemik Merapi. Mereka terus menimba ilmu tentang budi daya tanaman hias populer tersebut serta teknologi yang bisa dilakukan untuk mengembangbiakkan anggrek itu.

“Mimpi besar kami adalah kami bisa tahu persis puluhan anggrek endemik Merapi itu apa saja, tipikal hidupnya seperti apa dan kami bisa berbuat apa. Kelak di kemudian hari anak cucu tahu akan kekayaan alam yang ada di Merapi kemudian bisa menjadi wahana edukasi dan tak menutup kemungkinan bisa menunjang ekonomi,” kata Jon.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif