SOLOPOS.COM - Juru kunci Makam Eyang Mendung, Rebo, 58, membersihkan lokasi sekitar makam yang terletak di Dukuh Makam RT 026, Desa Patihan, Kecamatan Sidoharjo, Sragen, Jumat (22/9/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Kompleks Makam Eyang Mendung di Dukuh Makam RT 026, Desa Patihan, Kecamatan Sidoharjo, diklaim menjadi makam tertua se-Kabupaten Sragen. Bahkan jika dibandingkan makam Pangeran Sukowati di Desa Pengkol, Tanon, Sragen, sekalipun.

Makam Eyang Mendung yang memiliki nama asli Eyang Astagina berada di bawah bangunan baru yang dibangun Pemerintah Desa Patihan dan Kodim 0275/Sragen pada 2021 lalu. Ada tiga makam utama yang membujur dari utara ke selatan. Dari sisi timur ada makam Panembahan Adipati Wiraraharjo, makam Eyang Astagina atau Eyang Mendung, dan yang paling barat makam Eyang Cakra Adiningrat.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Dalam perbincangan dengan Solopos.com, Jumat (22/92/2023), juru kunci makam, Rebo, 58, mengeklaim makam Eyang Mendung yang paling tua di Kabupaten Sragen. Di antara tiga tokoh yang dimakamkan di situ, salah satunya memiliki jabatan patih. Itu pula yang  menjadi asal nama Desa Patihan.

“Nama Mendung itu konon ceritanya saat Eyang Astagina dimakamkan kondisi saat itu mendung tebal disertai gerimis terus menerus. Saat proses pemakaman selesai, tiba-tiba gerimis reda dan mendung pun hilang,” katanya.

Nisan makam Eyang Mendung seperti bergaya zaman Sultan Agung Hanyakrakusuma. Di nisan itu ada lambang lingkaran seperti bulan punama sidhi dan lambang matahari, seperti mataharinya Majapahit karena ada delapan sudut atau hastabrata.

Dari tiga nisan itu, hanya nisan Panembahan Adipati Wiraraharjo yang memiliki simbol matahari. Makam panembahan itu panjangnya mencapai 192 cm. Ukuran nisannya lebar 21 cm dan tinggi 45 cm. Dua makam lainnya memiliki ukuran yang sama, panjangnya 199 cm dengan ukuran nisan lebar 22 cm dan tinggi 42 cm.

Dari cerita bapaknya, almarhum Darso Sudar, Rebo mengatakan Panembahan Adipati itu ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Setelah Islam masuk, kata dia, Panembahan Adipati hendak menjadi pemimpin agama Islam tetapi ditentang oleh kerajaan sehingga menjadi buronan.

“Eyang Panembahan lari ke arah Solo kemudian Sukoharjo dekat Jembatan Bacem sekarang. Dari sana kemudian langsung melewati Bengawan Solo hingga akhirnya tiba di tempuran Bengawan Solo dengan Sungai Prampalan. Panembahan Adipati meninggal dunia dan dimakamkan warga di tempat ini,” jelasnya.

Rebo melanjutkan, antara Eyang Astagina dan Panembahan Adipati ada pada satu era, termasuk dengan Eyang Cakra Adiningrat. Namun yang lebih dulu ada di sana adalah Eyang Astagina.

Tak Terendam Banjir

Saat terjadi banjir besar pada 2008, Rebo mengatakan ketiga makam ini tidak terendam. Padahal, makam lain di sebelahnya terendam air.

“Eyang Astagina ini konon berasal dari Lumajang, sedangkan Eyang Cakra Adiningrat dari Sumenep. Ceritanya bagaimana tidak ada yang tahu. Kalau dari penglihatan metafisika, Eyang Panembahan ini memakai pakaian kerajaan dengan mengenakan seperti mahkota. Sedangkan sosok Eyang Astagina seorang yang sudah tua,” jelas Rebo.

Makam ini sering diziarahi oleh orang-orang yang justru kebanyakan dari luar Sragen seperti Salatiga, Karanganyar, dan Jakarta. Bila yang berziarah memiliki niar buruk, Rebo mengatakan orang tersebut akan terkena imbasnya.

“Saya juga pernah melihat catatan milik orang Keraton Surakarta Hadiningrat tentang adanya nama-nama tokoh yang dimakamkan di sini. Ada tahun di catatan itu, tetapi saya lupa. Yang saya ingat hanya ada angka 12 atau 13. Yang jelas makam ini paling tua tidak hanya se Desa Patihan, tetapi se-Kabupaten Sragen,” ujar Rebo.

Dia menjelaskan dulu di sekitar makam ini ada pohon klampis ireng, klampis putih, serta  beringin sepreh. Warga se-Desa Patihan memiliki weton desa yang sama yakni Jumat Pon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya