Soloraya
Selasa, 12 Maret 2024 - 14:45 WIB

Dampak Upwelling, Petani KJA Waduk Cengklik Boyolali Harus Mulai dari Nol Lagi

Nimatul Faizah  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Puluhan ton ikan milik para petani KJA Waduk Cengklik Boyolali yang mati akibat fenomena upwelling, Selasa (12/3/2024). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Fenomena upwelling yang terjadi sejak Sabtu (9/3/2024) berdampak sangat besar kepada para petani karamba jaring apung (KJA) Waduk Cengklik Boyolali. Puluhan ton ikan nila merah yang mereka siapkan untuk dipanen saat Lebaran mati mendadak.

Tidak hanya rugi secara materiel karena tak bisa panen, fenomena itu juga membuat siklus panen menjadi terputus dan petani harus mulai dari awal lagi. Sebagai informasi, fenomena upwelling terjadi ditandai naiknya amonia di dasar air dan membuat ikan kekurangan oksigen dan mati massal.

Advertisement

Ketua Paguyuban Petani KJA Tirta Panguripan Sobokerto, Supriyanto, menjelaskan siklus panen ikan terputus akibat upwelling. “Dulu kan kami tenang karena dari bibit ada, ikan umur di atasnya juga ada, begitu juga umur di atasnya lagi. Jadi sebulan bisa panen dua kali,” kata dia kepada Solopos.com di Waduk Cengklik Boyolali, Selasa (12/3/2024).

Ia menjelaskan para petani KJA di Waduk Cengklik Boyolali kini harus menunggu dari bibit awal hingga siap panen yang membutuhkan paling tidak tiga bulan. Menurut Supri, anggota Paguyuban Petani KJA Tirta Panguripan ada sekitar 21 orang. Sedangkan total ikan yang mati karena upwelling dari paguyuban tersebut sekitar 12 ton.

Advertisement

Ia menjelaskan para petani KJA di Waduk Cengklik Boyolali kini harus menunggu dari bibit awal hingga siap panen yang membutuhkan paling tidak tiga bulan. Menurut Supri, anggota Paguyuban Petani KJA Tirta Panguripan ada sekitar 21 orang. Sedangkan total ikan yang mati karena upwelling dari paguyuban tersebut sekitar 12 ton.

“Kami memulai kembali, yang penting ada bibitnya, kami ada bibitnya. Kebetulan untuk yang mati di ukuran 2,25 inci atau usia tiga bulan sampai panen di umur lima bulan. Untuk bibit yang lebih kecil itu justru aman, sekitar umur satu bulan,” kata dia.

Untuk bertahan sampai panen berikutnya tiba, petani membuka celengan berupa ikan patin dan lele walaupun jumlahnya tidak sebanyak ikan nila. Harganya juga lebih murah, ikan patin Rp20.000 per kilogram sedangkan ikan lele Rp18.000 per kilogram.

Advertisement

Muning menjelaskan kejadian upwelling sebelumnya sempat terjadi pada awal 2024. Sekitar 700 kuintal ikannya mati saat itu. Perempuan tersebut menaksir kerugian yang ia alami dari dua kali upwelling pada 2024 sekitar Rp70 juta.

Ia merugi karena seharusnya bisa panen selama tiga hari, akan tetapi ikan yang siap panen malah mati karena upwelling. Jenis ikan yang mati rata-rata usia 3-4 bulan dan siap panen.

Muning memiliki 32 kolam aktif dengan perincian 12 kolam untuk pembibitan dan 20 kolam untuk pembesaran. “Yang mati kan ikan nila. Saya punya selain itu ada lele dan patin, hanya untuk kedua jenis ikan ini aman dan tidak terpengaruh. Ikan nilanya yang habis, sisa enggak ada 100 kilogram,” kata dia.

Advertisement

Ia juga mengantisipasi kerugian dengan segera memanen ketika ada pesanan ikan. Namun, untuk kejadian upwelling pada Sabtu (9/3/2024) lalu benar-benar di luar dugaannya.

Muning mengatakan akan mulai menata kembali sisa ikan yang masih hidup di karamba. Sisa ikan akan mulai ditata dalam beberapa hari ke depan menunggu cuaca membaik.

“Menunggu ikannya agar tidak stres baru kami tata ulang. Yang kolamnya kosong, akan kami beri bibit lagi. Namun, beda dari bulan sebelumnya yang panennya sudah tertata rapi, sebulan bisa 2-3 kali panen, karena upwelling, ikan habis, mungkin baru tiga bulan lagi baru panen,” kata dia.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif