Soloraya
Kamis, 21 September 2023 - 10:01 WIB

Fantastis! Hasil Panen Laku Rp18 Juta/Patok, Petani Plumbungan Sragen Syukuran

Tri Rahayu  /  Ponco Suseno  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Lurah Plumbungan, Leila Yunia Kartikawati bersama petani membawa dua padi pengantin saat tradisi methil di areal persawahan Plumbungan, Karangmalang, Sragen, Kamis (21/9/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Para petani di hamparan sawah Mbah Ageng Kelurahan Plumbungan, Kecamatan Karangmalang, Sragen, menggelar tradisi methil dan syukuran sedekahan lantaran 90% dari total luas sawah 32 hektare sudah terjual tunai dengan harga fantastis, yakni Rp7.200 per kg. Harga gabah kering panen (GKP) itu merupakan harga pemecah rekor tertinggi sepanjang sejarah petani di hamparan Mbah Ageng.

Setiap patok sawah di lokasi itu sudah laku dengan harga Rp15 juta-Rp18 juta/patok. Perbedaan harga karena luas patokannya ada yang besar dan kecil. Bahkan para petani menerima uang dari bakul secara tunai mengingat gabah sekarang menjadi rebutan para bakul beras.

Advertisement

Ketua Kelompok Tani Ngudi Luhur Plumbungan, Karangmalang, Sragen, Suharno, 55, mengungkapkan sebelumnya tanaman padi baru berumur 65 hari atau baru berbunga sudah laku Rp15 juta per patok dan dibayar tunai. Dia menyampaikan sekarang harga per patok naik dan tertinggi sampai Rp18 juta per patok.

“Ini bakul-bakul lokal dan bakul luar daerah, seperti dari Pati dan Demak berebut gabah. Mereka berani membeli dengan harga tinggi. Harga GKP sekarang sampai Rp7.200 per kg. Selama puluhan tahun menjadi petani, baru kali ini harga gabah mencapai rekor tertinggi. Petani senang dengan harga itu karena sewa lahan setahun Rp11 juta-Rp12 juta bisa tertutup,” ujar Suharno, Kamis (21/9/2023).

Dia menerangkan biaya produksi petani per hektare Rp21 juta dan dijual per hektare bisa laku sampai Rp49 juta. Dia menilai tingginya harga GKP belakangan ini karena para petani kompak menanam padi cepat dan serentak sehingga bisa panen paling awal di Kabupaten Sragen. Dia mengungkapkan mulai 15 Oktober mendatang mulai tanam lagi.

Advertisement

Dengan harga jual saat panen yang tinggi itu, para petani di hamparan Mbah Ageng semakin bersemangat untuk melestarikan kearifan lokal berupa tradisi methil dan sekaligus sedekahan sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tradisi methil sudah berjalan kali ketujuh dan pada tradisi methil kali ini bertepatan dengan Kamis Kliwon.

“Dampak tradisi methil ini luar biasa. Banyak ibu-ibu petani yang bilang selama tradisi methil dilanjutkan, hama tikus hilang sama sekali. Tradisi methil ini wujud syukur kepada Tuhan dan sedekah ala petani. Alhamdulillah, padi belum panen saja sudah laku Rp15 juta-Rp18 juta per patok. Dari 32 hektare, hanya tiga hektare yang tidak dijual karena hendak dipanen sendiri,” katanya.

Lurah Plumbungan, Leila Yunia Kartikawati, mendukung kearifan lokal itu. Dia menerangkan tradisi methil merupakan tradisi panen perdana yang dilakukan petani sejak zaman simbah-simbah dulu. Dia mengatakan di daerah lain sudah luntur tetapi di Plumbungan masih hidup sampai sekarang.

Advertisement

“Ini wujud melestarikan budaya Jawa. Dampaknya petani di Plumbungan sampai viral masuk di televisi nasional karena harga gabahnya tinggi dan gabah menjadi rebutan penebas. Semua karena kekompakan para petani. Percaya tidak percaya, selama ada tradisi methil hama tikus dan hama lainnya berkurang drastis,” jelasnya.

Camat Karangmalang, Ariska Taminawati, juga mengapresiasi para petani yang masih memelihara tradisi methil. Dia mengatakan pengaruhnya ternyata harga gabah bias tinggi.

“Satu patok sawah bisa laku Rp15 juta-Rp18 juta per patok. Ini angka yang luar biasa. Petani jelas untung. Saat lomba kelurahan yang lalu, tradisi methil ini jadi nilai tambah tersendiri. Kami berharap ada perhatian dari Pemkab Sragen karena tradisi ini bisa jadi potensi wisata pertanian,” ujarnya.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif