SOLOPOS.COM - Pembawa acara salah satu akun penjual di TikTok Shop tengah siaran langsung menawarkan produk tas jinjing di Bulusulur, Wonogiri, Rabu (4/9/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Pemerintah secara resmi melarang penggunaan fitur transaksi pembayaran pada Tiktok Shop per Rabu (4/10/2023) pukul 17.00 WIB. Hal itu berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No 31/2023 tentang Perizinan Berusaha Periklanan Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.

Penghapusan fitur transaksi itu membuat sejumlah pelaku usaha yang biasa berjualan secara daring melalui layanan itu di Wonogiri gundah. Mereka berpotensi kehilangan omzet puluhan hingga ratusan juta rupiah. Saat ini bahkan ada yang terpaksa merumahkan karyawan.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Kini mereka harus memikirkan cara lain agar tetap eksis dan cuan berjualan secara online. Salah satu pelaku usaha di Wonogiri, Yusuf, 28, mengaku pasrah dengan dihapusnya layanan transaksi di TikTok Shop.

Padahal penjual tas jinjing berbahan plastiknya baru mencicipi manisnya cuan dari hasil jualan di Tiktok Shop selama setahun terakhir ini. Dari tiga aplikasi penjualan daring yang ia gunakan, termasuk di antaranya Shopee dan Lazada, belum ada yang mengalahkan tingkat penjualan di TikTok Shop saat masih ada fitur transaksi.

Dia menyebut omzet penjualan tas jinjing, kacang mete, dan kacang goreng di tiga aplikasi e-dagang itu bisa mencapai sekitar Rp60 juta/bulan. Dari jumlah itu, 80% omzet berasal dari TikTok Shop.

“Artinya saya berpotensi kehilangan 80% omzet [kisaran Rp48 juta] akibat fitur transaksi di TikTok Shop dihapus mulai hari ini,” kata Yusuf saat ditemui Solopos.com di rumahnya, Desa Bulusulur, Wonogiri, Rabu (4/10/2023).

Penghapusan fitur transaksi di TikTok Shop itu memaksa Yusuf merumahkan dua dari empat karyawan yang bekerja sebagai host atau pembawa acara siaran langsung untuk menawarkan produk dagangnya di TikTok Shop.

Meski TikTok Shop tetap mempertahankannya fitur live atau siaran langsung untuk menawarkan produk dagang, tetapi dia meyakini tingkat penjualan produknya tidak akan seramai saat fitur pembayaran masih diberlakukan.

Kembali ke Cara Lama

Maka dari itu, Yusuf mau tidak mau hanya mempertahankan dua karyawan untuk bekerja sebagai pembawa acara di TikTok Shop. “Akhirnya ya terdampak juga karyawan yang bekerja ngelive itu. Selain itu para afiliator toko di TikTok pun pasti kena imbasnya. Mereka kan enggak punya toko sendiri, ibaratnya hanya mempromosikan toko orang lain,” ujar dia.

Atas kondisi itu, Yusuf bakal mengubah pola penjualan produknya. Dia tetap akan melakukan penjualan dengan memanfaatkan fitur siaran langsung di TikTok dan Shopee. Satu pembawa acara akan melakukan siaran langsung di dua aplikasi sekaligus dengan dua perangkat handphone berbeda. 

“Jadi nanti yang di TikTok Shop hanya disediakan link [tautan] yang menuju ke toko di Shopee dan Lazada. Saya akan pakai dua aplikasi itu untuk transaksi. Sementara itu dulu caranya,” ucap Yusuf.

Menurut dia, dengan penghapusan fitur transaksi di TikTok Shop, pada akhirnya pola penjualan kembali seperti cara lama dengan persaingan harga yang tidak masuk akal di aplikasi e-dagang tersebut. 

Sementara itu, pedagang lain asal Kecamatan Jatipurno, Rudi Prastowo, mengungkapkan hal serupa. Dia hanya mengikuti peraturan yang ada. Sebagai pelaku usaha mikro yang menjual alat-alat dapur seperti pasah, parutan kelapa, dan serutan es batu, dia bakal tetap menjual produk-produk itu secara daring.

Meski begitu, ia belum tahu pasti aplikasi mana yang akan memberikan cuan sebanyak di aplikasi TikTok Shop. Di TikTok Shop, Rudi mengaku bisa menjual peralatan dapur lebih kurang 200 alat/pekan seharga Rp55.000/alat.

Sebelumnya dia hanya menjual produk-produk itu di Facebook yang dihubungkan dengan e-commerce Shopee dan Tokopedia.

“Cuma sekarang Facebook kan sudah sepi. Kalau saya jujur saya hanya mengikui tren. Setelah ini, saya ya ikuti saja. Kira-kira mana yang ramai, ya saja ikut di sana. Hanya, pasti tidak mudah. Saya di TikTok Shop saja butuh waktu enam bulan untuk bisa ramai,” kata Rudi.

Camat Jatipuro, Mawan Tri Hananto, juga merasa resah dengan penutupan fitur transaksi di TikTok Shop. Sebab banyak warganya, terutama di Desa Slogoretno yang menggantungkan hidup dengan jualan di TikTok Shop.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya