SOLOPOS.COM - Warga Gupit Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo menghadiri persidangan class action melawan PT RUM di Kantor Pengadilan Negeri Sukoharjo, Kamis (20/7/2023). (Solopos.com/Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO — Pengadilan Negeri Sukoharjo memutuskan menolak perkara class action yang diajukan warga Desa Gupit, Kecamatan Nguter, Sukoharjo dengan tergugat PT Rayon Utama Makmur (PT RUM), Kamis, (7/12/2023).

Humas PN Sukoharjo, Deni Indrayana, menyebut keputusan majelis hakim mendasarkan pada pertimbangan dari unsur sosiologis, yuridis, dan filosofis. Deni membeberkan ada beberapa poin pokok pertimbangan hakim yang saat ini belum bisa diakses publik.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Biasanya salinan putusan dapat diakses melalui mekanisme informasi publik yang dokumennya bisa diambil dari SIPP website atau meminta langsung kepada petugas informasi di Pengadilan.

“Namun sementara ini SIPP Website belum muncul karena harus disinkron lebih dahulu dan biasanya dijadwalkan after office hour. Kalau di SIPP lokal dan eCourt semuanya sudah bisa diakses oleh para pihak tertentu saja,” jelas Deni saat ditemui Solopos.com di PN Sukoharjo, Kamis (7/12/22023).

Deni membeberkan pokok pertimbangan hakim di antaranya bau dan air limbah yang terbuang ke Sungai Gupit belum dapat dikategorikan sebagai pencemaran lingkungan menurut Pasal 1 butir 14 UU Lingkungan Hidup. Selain itu, pembuangan limbah gas dan cair masih sesuai dengan ketentuan Pasal 20 Ayat (3) UU yang sama.

Baku mutu limbah gas H2S dari cerobong penyebab bau dibuktikan oleh tergugat masih berada di bawah ambang baku mutu limbah gas H2S berdasarkan Pengujian BBPPTI Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. Pengujian dilakukan secara periodik dengan sampel gas H2S dari uap.

Baku mutu limbah cair yang dibuang dan diuji oleh BBPPTI Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah yang dilakukan secara periodik dengan sampel limbah cair setelah pengolahan IPAL PT RUM setidaknya menghasilkan dua hal.

Pertama, kontaminasi yang tinggi dalam pengujian air sungai berdasarkan COD yang tinggi menunjukkan adanya kontaminasi logam berat berupa timbal dan kadnium yang tinggi. Sedangkan logam berat yang dihasilkan dari proses industri rayon berdasarkan Permen LH No.5 Tahun 2014, logam berat yang dihasilkan limbah rayon hanya berupa Zinc (Zn) atau seng.

Sayangnya, hasil limbah rayon itu tidak pernah dimunculkan dalam bukti-bukti pengujian air Sungai Gupit yang menjadi sampel dari scientific evidence penggugat.

Tak Ada Bukti Kerugian Nyata

Kedua, penggugat tidak dapat membuktikan kerugian yang nyata dari para penggugat dan kelompoknya. Tetapi hanya didasarkan pada asumsi dan hipotesa yang tidak dibuktikan secara nyata, bertentangan dengan prinsip hukum pembuktian Pasal 163 HIR jo Pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum (KUH) Perdata.

“Terkait dengan poin terakhir, ada sumber pencemaran lain yang berpotensi menyumbangkan timbal dan kadmiun pada kualitas air Sungai Gupit yang bukan berasal dari PT RUM. Dan itu tidak dapat dibuktikan dalam persidangan dari mana asalnya, bisa dari kegiatan masyarakat atau bisa dari industri yang lain,” ungkap Deni.

Untuk membuktikan Pasal 1365 KUH Perdata, maka harus dibuktikan unsur-unsur perbuatan yang melanggar hukum bentuknya apa. Dalam hal ini Majelis Hakim berpendapat tidak terbukti karena masih sesuai dengan Pasal 20 Ayat (3) UU LH.

Sementara dalam dugaan PT RUM menimbulkan kerugian, Deni memaparkan penggugat tidak dapat menunjukan secara nyata kerugian itu. Artinya kerugian itu harus terjadi kepada para penggugat dan kelompoknya, bukan kepada orang lain selain mereka yang dapat dibuktikan dengan hasil diagnosis pihak medis.

“Sehingga bisa nyata bahwa mereka sakit dan tentu butuh biaya pengobatan, jadi tidak boleh dikira-kira sebagai asumsi atau hipotesa atau mendasarkan kepada pihak lain. Termasuk kerugian atas turunnya kualitas Sungai Gupit,” jelas Deni.

Para penggugat dan kelompoknya harus terbukti mempunyai kepentingan langsung atas sungai itu. Sedangkan unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan karena sesuai dengan prinsip tanggung jawab mutlak. Sepanjang perbuatan terbukti dan menimbulkan kerugian, maka dapat diterapkan asas pencemar membayar.

“Ini sebagai aturan lex specialis UU LH. UU LH juga merupakan undang-undang yang bersifat ultimum remedium. Sehingga kepentingan yang dikedepankan sebelum kepentingan perdata dan pidana adalah kepentingan yang diakomodasi pada hukum administrasi lebih dahulu,” beber Deni.

Warga harus mengajukan banding jika merasa yakin dengan dalil gugatan nya. Jarak waktu banding dilakukan dalam waktu 14 hari terhitung mulai Jumat (8/12/2023).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya