Solopos.com, SRAGEN-Lahan sawah eks-banda desa milik Pemkab Sragen yang terletak di Kelurahan Karangtengah, Kecamatan Sragen Kota, Sragen, diklaim sepihak oleh tiga orang warga di Kelurahan Karangtengah, dengan memasang plakat atas nama tiga orang warga. Padahal di lahan tersebut sudah dipasang plakat permanen oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen.
Klaim sepihak oleh warga tersebut merupakan kasus kali kedua. Kasus klaim sepihak oleh tiga orang yang sama kali pertama terjadi pada Maret 2024 lalu. Kasus kedua pada Minggu (30/6/2024).
Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya
Tim Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sragen terjun langsung ke lokasi untuk mencabut plakat yang dipasang warga di tengah sawah eks-banda desa tersebut, Senin (1/7/2024). Plakat tersebut diketahui pihak Kelurahan Karangtengah dipasang pada Minggu (30/6/2024).
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bidang Penegakan Perda Satpol PP Sragen Muji Ashadi menerjunkan personel Satpol PP untuk mencabut plakat tersebut. Dia mengatakan langkah ini sebagai tindak lanjut dari pihak Aset Daerah, bahwa tanah ini merupakan aset daerah atau aset milik Pemkab Sragen. Dia mengatakan Satpol PP sudah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait bahwa lahan tersebut benar-benar aset milik Pemkab Sragen.
“Tetapi, dengan klaim sepihak oleh warga dengan ditancapi papan nama kepemilikan, otomatis kami berani mencabut papan tersebut. Dasar untuk mencabut plakat itu kuat. Tindakan seperti ini kami lakukan berdasarkan kepemilikannya pihak warga juga tidak kuat karena dasarnya fotokopi sertifikat. Kami sudah memeriksa ke aset dan BPN [Badan Pertanahan Negara] bahwa lahan ini milik Pemkab Sragen,” jelasnya.
Ketua Tim Pengamanan dan Pemanfaatan Aset Barang Milik Daerah Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Sragen, Nanang Sulistyo Nugroho, menjelaskan tanah itu berawal dari tanah eks-banda desa atau eks-lungguh bayan waktu itu. Kemudian pada waktu pemerintahan Bupati H.R. Bawono, kata dia, tanah eks-banda desa kalau sudah selesai penggarapannya harus kembali ke pemerintah daerah.
“Sehingga waktu itu, pihak yang menggarap di sini untuk mengembalikan tanah tersebut ke Pemda. Tapi, ternyata tanah itu sudah disertifikatkan menjadi hak milik. Atas dasar itu, secara administrasi itu kami anggap menyalahi aturan karena tanah eks-banda desa itu tidak boleh disertifikatkan hak milik. Kemudian waktu itu ditarik kembali sertifikatnya itu untuk dihapuskan di pertanahan [Badan Pertanahan Nasional],” ujarnya.
Nanang melanjutkan setelah sertifikat ditarik, Pemkab kemudian mengajukan sertifikat atas lahan tersebut atas nama Pemkab Sragen pada 1994. Sejak tahun 1994 itulah, jelas dia, tanah itu menjadi aset Pemkab Sragen. Nanang menyebut luas lahannya ada dua bidang, yakni seluas 2.640 m2 dan 4.768 m2. Dia menyatakan lahan tersebut diklaim sepihak oleh tiga orang warga.
“Jadi sejak 1994 sampai 2020 lahan itu dilelangkan oleh Pemkab Sragen. Kemudian muncul gugatan warga ke Pengadilan Negeri Sragen. Kami menghormati proses itu. Saat itu lahan ini digarap sepihak oleh tiga orang warga tersebut tanpa seizin Pemkab Sragen sampai sekarang,” jelasnya.
Nanang menjelaskan hasil gugatan di PN Sragen ada putusan sela bahwa PN tidak berwenang mengadili perkara itu karena yang berwenang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dia mengatakan Pemkab menunggu proses itu tetapi sampai sekarang tidak ada gugatan ke PTUN
“Apa yang kami lakukan saat ini dalam proses pengamanan aset daerah. Apabila nanti terjadi lagi, ya nanti langkah selanjutnya kami lapor pimpinan, apakah nanti harus ke jalur hukum atau tidak. Kami juga sudah mengingatkan kepada pihak ketiga secara lisan. Kami juga sudah memanggil yang bersangkutan tetapi masih nekat,” jelasnya.
Nanang melanjutkan pada Jumat (28/6/2024) Pemkab sudah berkirim surat ke yang bersangkutan yang berisi tanah itu akan digunakan untuk kepentingan Pemkab Sragen, terutama untuk Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan. “Lahan itu untuk demplot pertanian. Melalui surat itu disampaikan yang bersangkutan tidak boleh menggarap lahan lagi. Jadi Jumat diberi peringatan kemudian Minggu pasang plakat,” katanya.