Soloraya
Senin, 1 April 2024 - 11:17 WIB

Ngaji Tintir, Cara Syahdu Santri Ponpes Andong Boyolali Jemput Lailatul Qadar

Nimatul Faizah  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Para santri membaca Al-Qur'an dengan penerangan tintir atau ngaji tintir di lapangan dekat Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Hidayah Al Mubarokah, Dusun Tempel, Desa Sempu, Andong, Boyolali, pada Minggu (31/4/2024) malam. (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Ratusan santriwan dan santriwati berkumpul untuk ngaji tintir di halaman Pondok Pesantren atau Ponpes Nurul Hidayah Al Mubarokah, Dusun Tempel, Desa Sempu, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali, Minggu (31/3/2024) malam.

Mereka berbagi nyala api untuk menyalakan obor, lilin, dan lampu minyak tintir untuk penerangan dalam malam yang gelap. Setelah penerangan siap dan santri berkumpul, mereka berjalan membawa Al-Qur’an sambil berselawat menuju lapangan terdekat yang berjarak sekitar 200 meter dari pondok.

Advertisement

Sesampainya di lapangan, mereka duduk beralas tikar lalu meletakkan lampu tradisional tersebut di dekat mereka. Pengurus Ponpes Nurul Hidayah Al Mubarokah, Muhammad Fathan atau Gus Fathan, memimpin zikir dan mengaji bersama diterangi tintir.

Para santri dan beberapa pengurus ponpes di Andong, Boyolali, itu lantas mengaji walau beberapa kali harus terhenti karena api tintir yang menjadi sumber penerangan mati tersapu angin.

Advertisement

Para santri dan beberapa pengurus ponpes di Andong, Boyolali, itu lantas mengaji walau beberapa kali harus terhenti karena api tintir yang menjadi sumber penerangan mati tersapu angin.

Kegiatan membaca atau tadarus Al-Qur’an di alam terbuka dengan pencahayaan remang-remang itu menciptakan suasana syahdu yang membawa imajinasi ke masa sebelum ada listrik.

Ditemui seusai acara, Gus Fathan menyampaikan kegiatan mengaji dengan lampu tintir tersebut dilaksanakan dalam rangka menyambut lailatur qadar.

Advertisement

Ia menyampaikan kegiatan para santri ponpes di Andong, Boyolali, tersebut mengaji atau membaca Al-Qur’an dengan penerangan tintir, obor, dan lilin itu untuk mengenang para nenek moyang ketika membaca Al-Qur’an di masa lalu.

Menyelami Pengalaman Nenek Moyang

Walaupun sulit dengan penerangan minim, Gus Fathan menyampaikan semangat para pendahulu untuk membaca Al-Qur’an sangat luar biasa. Dengan menyelami apa yang dialami para pendahulu, ia berharap para santri tahu jerih payah para nenek moyang saat mengaji dan membaca kalam Allah.

Ada 200-an peserta dari kalangan santri dan keluarga yayasan yang turut serta mengaji tintir malam itu. “Anak-anak agar bisa berpikir, bermuhasabah diri, bahwasanya sulitnya untuk membaca Al-Qur’an saat itu. Dalam situasi saat ini, kita semua sudah difasilitasi segala macam fasilitas supaya kita tetap bisa membaca Al-Qur’an dengan mudah,” kata dia.

Advertisement

Lebih lanjut, Gus Fathan menjelaskan kegiatan ngaji tintir tersebut rutin digelar setiap tahunnya. Kegiatan tersebut sudah kali keempat digelar untuk menyambut lailatur qadar pada malam tanggal ganjil Ramadan dan untuk mengenang para pendahulu saat mengaji.

Pada Senin (1/4/2024) ini, para santri ponpes di Andong, Boyolali, itu bakal pulang ke daerah asal masing-masing untuk merayakan Lebaran. Gus Fathan berharap para santri bisa membawa bekal yang baik berupa ilmu, akhlak, dan pengalaman untuk dibawa pulang.

Sementara itu, salah satu santri, Dimas Raul Saputra, mengatakan senang dengan pengalaman mengaji tintir di pondok pesantrennya. “Ini sudah kali keempat saya mengikuti ngaji tintir,” kata pemuda 17 tahun tersebut.

Advertisement

Raul menilai membaca Al-Qur’an terasa lebih meresap dan syahdu dengan mengaji tintir dalam kegelapan malam. Namun, ia tetap mengalami kesulitan akibat lampu tintirnya beberapa kali mati.

“Dengan kegiatan seperti ini bisa paham dulu bagaimana wali-wali dan pendahulu mengaji dengan penerangan berupa tintir atau oncor [obor],” kata siswa kelas XI tersebut.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif