SOLOPOS.COM - Sejumlah warga Gupit, Nguter, Sukoharjo, menyerukan kekecewaan mereka atas upaya hukum banding yang tidak dapat diterima di Pengadilan Negeri Sukoharjo, pada Rabu (7/2/2024). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo)

Solopos.com, SUKOHARJO —  Sarmi bingung bagaimana membuat hakim percaya warga Gupit, Nguter, Sukoharjo seperti dirinya benar-benar menderita karena bau busuk limbah PT Rayon Utama Makmur (RUM).

“Kalau disuruh pindah, pindah kemana? Tempat tinggal saya di situ, siapa yang bertanggung jawab? Kami pernah mengungsi, tapi selama enam tahun ini tidak mungkin mengungsi terus. Kami ini harus mengungsi ke mana lagi?” ujarnya di Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo, Rabu (7/2/2024).

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Sarmi menyebut warga di sana sama sekali tidak nyaman hidup berdampingan dengan bau busuk.

Senada dengan Sarmi, warga lainnya, Slamet Riyanto, masih yakin lembaga peradilan akan berpihak kepada masyarakat. Dia mengaku bakal ikut memperjuangkan hingga berhasil mewujudkan udara yang sehat dan bersih dan tidak tercemar dengan bau busuk.

Kekecewaan warga Gupit menyeruak menyusul atas putusan Pengadilan Tinggi (PT) Semarang yang menyatakan upaya banding gugatan class action mereka tidak dapat diterima.

Koordinator Tim Advokasi Sukoharjo Melawan Bau Busuk (Sumbu), Nico Wauran,  akan mengajukan kasasi atas putusan PT Semarang yang dia nilai tidak memihak warga.

Perjalanan panjang warga melawan bau busuk limbah PT RUM belum selesai. Proses peradilan ini berjalan hampir setahun. Nico menguraikan 185 warga terdampak pencemaran PT RUM mengajukan gugatan class action sejak 9 Maret 2023 lalu.

Baru pada 7 Desember 2023, hakim PN Sukoharjo yang memeriksa perkara dan memutuskan menolak gugatan tersebut. Atas putusan tersebut, pihaknya mengajukan upaya hukum banding ke PT Semarang yang juga tak berbuah manis bagi warga.

Pada 31 Januari 2024 lalu, upaya banding tersebut tidak dapat diterima karena tidak memenuhi syarat formil. Tidak berhenti, mereka menempuh upaya hukum selanjutnya, yaitu kasasi.

“Hari ini kami mengajukan kasasi atas putusan PT Semarang yang tidak memihak ke warga. Kami mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung melalui Kepaniteraan PN Sukoharjo,” terang Nico.

Lebih lanjut Nico menerangkan selain melalui gugatan class action yang mereka perjuangkan. Pihaknya juga melaporkan tiga majelis hakim PN Sukoharjo yang telah memutus gugatan class action tersebut.

Mereka melaporkan majelis hakim itu ke Badan Pengawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim.

Menurut Nico laporan tersebut saat ini tengah diperiksa. Laporan itu didasarkan pada temuan pertimbangan hakim yang mereka duga kuat melanggar kode Etik. Hakim dinilai tidak adil dan tidak professional dalam memutus gugatan class action yang mereka layangkan.

“Kami juga berencana melaporkan hakim PT Semarang ke Badan Pengawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Karena putusan PT Semarang baru sepekan yang lalu, tepatnya 31 Januari 2024. Kami saat ini sedang siapkan laporan tersebut,” kata dia.

Pidana Pencemaran Lingkungan

Pihaknya saat ini juga tengah menunggu putusan perkara tindak pidana pencemaran lingkungan oleh PT RUM. Nico menyebut putusan dugaan tindak pidana pencemaran lingkungan itu bakal dibacakan oleh PN Sukoharjo pada Selasa (13/2/2024) mendatang.

“Majelis hakim yang memeriksa perkara pidana sama dengan gugatan class action. Yang pertimbangannya sangat tidak adil dan tidak professional,” tambah Nico.

Nico berharap lembaga peradilan bisa memberikan keadilan kepada warga terdampak PT RUM. Selain itu, juga menghukum berat PT RUM karena telah mencemari lingkungan dan membuat warga tidak nyaman, dan kerusakan lingkungan.

Tim kuasa hukum warga Desa Gupit, Nasrul Saftiar Dongoran, menambahkan, warga terdampak pencemaran PT RUM masih berjuang melawan pencemaran lingkungan.

“Kami mengabarkan dari PN Sukoharjo bahwa warga terdampak pencemaran PT RUM masih kuat, masih berjuang, berapi-api melawan pencemaran lingkungan. Karena sangat-sangat menganggu masyarakat di sekitar PT RUM. Adapun yang jadi bahasan tim advokasi kami adalah banyaknya pertimbangan hakim, baik itu PN Sukoharjo dan PT Semarang yang salah menerapkan hukum,” kata Nasrul.

Misalnya, bau busuk yang membuat warga mengungsi dan anak-anak bersekolah dengan memakai masker karena tidak nyaman berdampak luas dan masif. Bahkan keadaan ini, menurut Nasrul, sempat dibahas di tingkat forum koordinasi pimpinan daerah (Forkopimda) Sukoharjo.

Oleh sebab itu, Nasrul mempertanyakan keterangan hakim PN Sukoharjo yang menyatakan bau tersebut tidak menganggu masyarakat.

“Kedua kami menganalisis bahwa hakim PN Sukoharjo dan PT Semarang tidak melaksanakan perintah dari ataupun aturan yang dibuat oleh Mahkamah Agung, yaitu PERMA Nomor 01 Tahun 2023 tentang perkara mengadili perkara lingkungan hidup. Di sini, hakim PN Sukoharjo menurut kami memihak kepada pembuktian yang diajukan tergugat dan mengabaikan bukti-bukti yang diajukan oleh penggugat,” tambah dia.

Lebih lanjut Nasrul menjelaskan adanya hasil penelitian mengenai dampak lingkungan dan adanya warga yang dilarikan ke rumah sakit karena dampak bau busuk merupakan hal yang diketahui publik. Namun, Nasrul menyebut hakim membantah alasan tersebut karena alat bukti yang diajukan tergugat menyatakan sebaliknya.

“Kami melihat dalam putusan perdata kami, putusannya sangat berpihak kepada tergugat dan mengabaikan keadilan terhadap korban-korban terdampak pencemaran. Oleh karena itu dalam proses pidana, agar kami kawal sama-sama, jangan sampai lepas, pelaku pencemaran lingkungan agar terpidana agar memberikan sanksi, melakukan pemulihan  lingkungan dan perbaikan,” tegasnya.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya