SOLOPOS.COM - Sejumlah Kepala Sekolah yang tergabung dalam Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) angkat bicara perihal polemik kalender saat ditemui wartawan di Solo Baru, Grogol, Sukoharjo, Sabtu (12/8/2023). (Solopos.com/Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO Kasus penjualan kalender proyek PD Percada masih terus bergulir. Kepala SMP Negeri di Kabupaten Sukoharjo merasa terjebak dengan kalimat peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sempat dilontarkan PD Percada saat menawarkan kalender akademik bagi sekolah di Sukoharjo.

Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Kabupaten Sukoharjo Viveri Wuryandari menceritakan polemik kalender tersebut bermula pada 2022. Saat itu ia mengaku bersama pengurus MKKS lain yakni Bendahara Jaka Supaya dan Humas Sumarno bertemu dengan Direktur PD Percada, Maryono, di sebuah rumah makan di belakang Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Sukoharjo.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Ajakan pertemuan itu, menurutnya, disampaikan Maryono hanya melalui telepon secara pribadi dan tidak ada undangan secara tertulis.

“Dalam pertemuan itu Pak Maryono menawari untuk menjual kalender, tapi kami menolak, mohon maaf pak kami tidak bisa jual kalender ini. Kasarane kon dodolan (disuruh jualan),” bebernya saat ditemui wartawan bersama sejumlah Kepala SMP lainnya di Solo Baru, Sabtu (12/8/2023).

Viveri menceritakan Direktur PD Percada saat itu tetap berkukuh agar proyek pengadaan kalender tersebut terlaksana. Sehingga Maryono memutuskan untuk mengundang seluruh kepala SMP Negeri di Sukoharjo.

“Kalau mau jualan kalender saya bilang silakan kalau mau mengundang teman-teman Kepala Sekolah. Mungkin itu yang dimaksud sudah sosialisasi kepada kami,” ucap Viveri selaku Kepala SMP Negeri 1 Kartasura.

Kemudian dalam waktu berbeda, Direktur PD Percada kembali menggelar pertemuan dengan seluruh kepala SMPN di Kabupaten Sukoharjo di lokasi yang sama.

Undangan pertemuan itu juga hanya dilakukan secara non formal tanpa ada surat tertulis. Bahkan dalam pertemuan tersebut tidak dihadiri jajaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Sukoharjo yang saat itu dikepalai oleh Darno.

“Di depan seluruh teman-teman kepala sekolah, Pak Maryono meminta kami memesan kalender dengan kalimat untuk peningkatan PAD. Karena alasan PAD itu teman-teman kepala sekolah hormat, karena kami jujur saja, cinta Sukoharjo. Kami kemudian akhirnya diminta jumlah data siswa di masing-masing sekolah untuk disetorkan yang seolah kami memesan,” ungkapnya.

Dalam pertemuan itu Viveri mengatakan selain Kepala Sekolah juga dihadiri sejumlah pegawai PD Percada. Viveri menegaskan, pada pertemuan tersebut diinisiasi oleh pihak PD Percada dan bukan MKKS. Setelah pertemuan itu semua sekolah diminta mengirim foto masing-masing kegiatan sekolah dalam bentuk file.

Kala itu, masing-masing sekolah ditelpon pihak PD Percada dengan dalih hanya sekolah tersebut yang belum mengirimkan foto kegiatan. Menurutnya dengan kalimat tersebut secara psikologis kepala sekolah yang ditelpon segera mengirim foto tersebut.

Kemudian kalender dikirim ke masing-masing sekolah dengan jumlah sesuai data siswa di sekolah. Viveri mengakui pada 2022 lalu seluruh sekolah membeli kalender tersebut dengan jumlah sesuai murid masing-masing sekolah.

Namun pada 2023 ini, tidak semua sekolah mau membeli kalender. Sehingga ia menyebut kemungkinan jumlah pesanan kalender pada tahun ini mengalami penurunan. Viveri mengaku, proyek pengadaan kalender tersebut sangat membebani pihak sekolah, khususnya kepala sekolah.

Sebab, mereka merasa terbebani dengan penjualan tersebut lantaran diatawarkan sebagai langkah peningkatan PAD. Sayangnya tak sedikit kepala sekolah yang justru mendapat panggilan klarifikasi dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo.

“Sebetulnya MKKS ini bagaimana meningkatkan mutu pendidikan, bagaimana memberikan layanan terbaik dari kami bagi anak bangsa, dan saya selaku Ketua MKKS menyolidkan gerakan bersama untuk pendidikan di Sukoharjo lebih maju. Sebab kami ini tangan panjang dinas, sebetulnya yang berhak memerintah kami kepala dinas bukan orang di luar institusi kami, makanya kami tidak mau kalau kami diperintah-perintah yang beda jalur,” ungkapnya.

Viveri menegaskan tidak mungkin MKKS melakukan langkah yang menghasilkan keputusan sepihak. Hal tersebut senada dengan yang dismapaikan Kepala Disdikbud Kabupaten Sukoharjo yang kini menjabat yakni Heru Indarjo. Heru mengatakan tidak tahu menahu soal pengadaan kalender tersebut.

“Yang 2022 kami bilang dengan Pak Darno, kami bilang bukan MKKS yang mengkoordinir, kami bilangnya karena PAD jadi kami mohon izin. Jadi di 2022 justru kami yang membantu Pak Maryono dodolan kalender untuk PAD,” bebernya.

Sementara itu beberapa kepala sekolah lain yang hadir dalam pertemuan di Solo Baru tersebut juga membenarkan apa yang disampaikan Viveri. Bahkan mereka menyebut kepala sekolah kala itu juga takut jika tidak ikut membeli kalender lantaran narasi “peningkatan PAD” tersebut. Sementara itu Bendahara MKKS Jaka Supaya mengaku penjualan kalender tersebut menjadi beban baru sekolah.

“Kami ini sudah pusing ngurusin murid, masih saja diperiksa soal kalender. Padahal tidak semua siswa juga mau membeli kalender, sekolah juga tidak memaksa apalagi memberikan sosialisasi. Terkadang banyak yang orang tua murid tidak mau membeli, ada juga siswa yang tidak mampu, ada yang kakak beradik hanya memberi satu. Kami juga harus tambal sulam untuk menempatkan kalender di masing-masing kelas,” ungkap Jaka.

Sementara itu Humas MKKS Sumarno mengaku keberatan jika kepala sekolah harus turut diperiksa. Selain karena waktu yang dibutuhkan tak sebentar, kepala sekolah juga menjadi ketakutan jika ada nomor baru yang menelpon.

Hal tersebut menurutnya menjadi keresahan tersendiri bagi para kepala sekolah. Padahal, tugas lain untuk mendidik anak-anak bangsa masih harus terus dilakukan. Hal itu pun dibenarkan beberapa kepala sekolah lain yang hadir saat itu.

Diberitakan sebelumnya, Direktur PD Percada, Maryono, mengaku bahwa sebelum melangkah melakukan penjualan kalender pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Sukoharjo sewaktu masih dijabat oleh Darno.

Selain itu, Maryono juga menyatakan proyek kalender tersebut dalam rangka meningkatkan PAD Kabupaten Sukoharjo. Menurutnya apa yang dilakukan PD Percada dalam menjual kalender ke sekolah SD dan SMP khusus negeri, bukan sebuah pelanggaran sebab dilakukan melalui koperasi.

Ia juga mengklaim kalender akademik yang dibeli siswa di sekolah dengan harga Rp20.000/kalender tersebut menampilkan gambar profil dan jadwal akademik menyesuaikan masing-masing sekolah yang pemesan.



Akibat dugaan pengadaan kalender yang tak prosedural tersebut Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo juga telah mengklarifikasi sembilan orang yakni delapan orang kepala sekolah SD dan SMP, serta satu orang lagi yakni Direktur PD Percada, Maryono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya