Soloraya
Senin, 18 Maret 2024 - 16:27 WIB

Seribuan Kader PDIP Unjuk Rasa, Ini Respons DPC PDIP Sukoharjo

R Bony Eko Wicaksono  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua DPC PDIP Wonogiri Joko Sutopo menunjukkan salam metal khas PDIP di Kantor DPC PDIP Wonogiri, Jumar (21/4/2023). Dia siap memenangkan Ganjar Pranowo sebagai presiden pada Pilpres 2024. (Solopos.com/Muhammad Diky Praditia).

Solopos.com, SUKOHARJO – Pengurus DPC PDIP Sukoharjo menghormati dan menghargai aksi unjuk rasa kader dan simpatisan PDIP buntut kisruh penentuan calon anggota legislatif (caleg) yang lolos ke DPRD Sukoharjo. Namun demikian, DPC PDIP Sukoharjo kukuh untuk menggunakan aturan dan mekanisme internal partai ihwal penghitungan suara setiap caleg mengacu pada sistem Komandan Tempur (KomandanTe) Stelsel.

Hal ini diungkapkan supervisor DPC PDIP Sukoharjo, Joko Sutopo, saat dihubungi Solopos.com, Senin (18/3/2024). Bupati Wonogiri itu mengatakan aksi unjuk rasa merupakan bagian dari kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dilindungi Undang-undang.

Advertisement

“Prinsipnya kami menghormati dan menghargai gerakan penyampaian aspirasi sebagai bagian dari kebebasan berpendapat. Namun, sekali lagi, PDIP memiliki aturan atau regulasi menggunakan sistem penghitungan suara secara mandiri dalam menentukan caleg terpilih,” kata dia, Senin.

Jekek, sapaan akrabnya, sistem penghitungan suara secara mandiri mengacu pada sistem KomandanTe Stelsel yang berbasis gotong royong dengan menggerakkan mesin politik dalam Pemilu 2024. PDIP telah menerbitkan regulasi internal berupa Peraturan Partai (PP) 01/2023 terkait mekanisme sistem Komandan Stelsel.

Regulasi itu telah disosialisasikan kepada jajaran kader PDIP di Jawa Tengah sejak dua tahun lalu. “Saya tegaskan, sistem KomandanTe Stelsel tidak hanya diterapkan di Sukoharjo, melainkan daerah lain di Jawa Tengah. Sudah disosialisasikan dua tahun lalu. Artinya, para caleg yang telah menerima surat keputusan dari partai memahami mekanisme, aturan, hingga penghitungan suara pemilu,” ujar dia.

Advertisement

Dalam sistem KomandanTe Stelsel itu, setiap caleg dalam dapil mendapatkan pembagian wilayah teritorial berbasis desa. Pembagian itu juga mempertimbangkan jumlah pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT). Rumusnya, caleg petahana memiliki DPT sebanyak dua kali bilangan pembagi pemilih (BPP). Sedangkan, caleg new comer atau pendatang baru sebanyak 1,5 kali BPP.

Dengan menerapkan sistem  KomandanTe Stelsel tersebut, para caleg bergotong royong mendulang suara sebanyak-banyaknya untuk partai. “Apakah sistem ini merugikan caleg new comer? Banyak kok caleg pendatang baru yang meraih suara terbanyak. Caleg petahana juga banyak yang tumbang. Mereka tak bisa bersaing dengan caleg pendatang baru,” ujar dia.

Para caleg telah menandatangani Pakta Integritas yang telah disepakati bersama. Bila ada caleg yang memperoleh suara terbanyak di dapil namun kalah suara di wilayah teritorial, caleg yang bersangkutan harus siap mengundurkan diri. Mekanisme tersebut juga telah disosialisasikan terhadap kader partai.

Advertisement

“Mengapa yang bergejolak hanya di Sukoharjo, padahal sistem KomandanTe diterapkan di sebagian besar daerah di Jawa Tengah. Ini perlu digarisbawahi. Saya tegaskan, sistem ini diberlakukan tidak hanya di Sukoharjo, melainkan hampir setiap daerah di Jawa Tengah,” urai dia.

Sebagai supervisor DPC PDIP Sukoharjo, Jekek bakal melakukan mediasi untuk merampungkan persoalan tersebut. Pengurus struktural partai masih menunggu hasil resmi keputusan penghitungan suara di tingkat pusat. Termasuk apakah ada gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) atau tidak.

“Kami serahkan ke pengurus DPP PDIP setelah ada keputusan resmi dari KPU Pusat dan tidak ada gugatan ke MK. Sebagai supervisi, saya akan melakukan mediasi untuk merampungkan persoalan di Sukoharjo,” ujar dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif