SOLOPOS.COM - Para siswa berkebutuhan khusus di SLBN Sragen membatik dengan membuat motif yang berbeda-beda di sekolahnya, Senin (10/6/2024). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN-Kain warna putih dibentangkan di teras SLBN Sragen. Masing-masing ujung kain itu diikatkan pada tiang terbuat dari paralon sehingga kain terlihat datar. Seorang laki-laki berseragam atasan putih dan bawahan abu-abu  membawa kuas kecil yang sudah dicelupkan pada cairan malam yang sudah dipanaskan. Dengan kuas itu ia membuat garis tak beraturan pada kain.

Dia adalah Wendi Febrianto, 18, nama siswa Kelas XI SMA Luar Biasa Negeri Sragen. Dengan kuas itu pula, Wendi menambah pola pada garis yang dibuatnya hingga terlihat simetris antarpola. Setelah jadi ternyata pola itu membentuk pola dedaunan. Itu salah satu motif batik yang dibikin Wendi. Proses selanjutnya, Wendi dibantu teman-temannya.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Tak hanya Wendi, temannya yang lain membuat motif dengan cap dan ada siswa putri yang membuat motif dengan menggunakan canting. Satu tim tersebut merupakan siswa berkebutuhan khusus semua. Total ada 15 siswa yang memiliki potensi membatik tetapi hanya delapan siswa di antaranya yang membuat motif dan yang lainnya membantu di pewarnaan.

“Dua hari baru jadi satu. Latihannya sejak Kelas VII SMP sampai sekarang. Pernah ikut lomba di tingkat Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Wilayah VI Jawa Tengah dan tahun ini dapat juara II membatik,” jelas Wendi saat berbincang dengan wartawan, Senin (10/6/2024).

Wendi yang merupakan siswa SLBN Sragen suka dengan membatik dan memang hobinya. Dia sudah menghasilkan 50-an produk batik dengan motif yang berbeda-beda. Dia bilang semua motif yang dibuatnya abstrak. Termasuk motif daun yang baru saja dibuatnya juga dianggap motif abstrak dan Wendi pun tak mengetahui maknanya. “Idenya ya berpikir saja. Setelah lulus bercita-cita jadi tukang batik,” ujarnya.

Membatik menjadi salah satu ekstrakurikuler yang diajarkan sebagai bekal keterampilan bagi siswa SMA LB Negeri Sragen. Setiap anak dibolehkan memilih apa pun ektrakurikuler itu dan boleh berganti setiap tahunnya. “Ektrakurikuler ada banyak, seperti membatik, desaib grafis bikin kaus, menjahit, kriya kayu, tata boga, dan seterusnya. Setiap anak bebas memilih ekstrakurikuler,” ujar Dinda Ayu Widowati, guru kesenian SMA LB Negeri Sragen.

Kepala SLB Negeri Sragen Mardani mengatakan kreativitas anak SLBN berupa batik itu memang dilakukan dengan adanya pelatihan di SMKN 9 Solo. Dia mengatakan dari Cabang Disidkbud Wilayah VI Jateng memang menganjurkan untuk bekerjasama dengan SMK. Selain itu, Mardani juga memagangkan anak didiknya di Kampung Batik Pilang-Kliwonan di Masaran, Sragen.

“Sebelumnya kami melakukan tes bakat pada anak. Ada 15 anak yang potensial yang membatik, yakni tuna grahita dan tuna rungu. Dari 15 anak itu yang mampu ada delapan anak,” ujarnya.

Dia bercerita kreativitas anak-anak membatik itu karena anak-anak suka menggambar dulu sehingga bisa membuat desain batik. “Selain batik, kita punya produk batik cap dengan motif gading sesuai yang diinginkan Ibu Bupati Sragen. Kami memodifikasi antara desain gading dengan desain anak-anak. Jadi cap itu juga hasil karya anak-anak,” jelasnya.

Hasil karya batik anak-anak itu, ujar dia, sudah dipasarkan lewat pameran dan bahkan sudah ada pesanan dari SMK Sambirejo dan guru-guru di SLBN Sragen. Batik karya anak itu, ujar dia, dijual dengan harga Rp110.000-Rp150.000 per potong berukuran 2 meter. Dia mengatatakan untuk pemasarannya dilalukan lewat pameran produk, belum lewat online.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya