Soloraya
Senin, 2 Oktober 2023 - 23:43 WIB

Sumur-Sumur Mengering, Warga Bayat Klaten Mulai Ngangsu

Taufiq Sidik Prakoso  /  Abu Nadzib  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga Dukuh Sawit, Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat mengambil air di sumur ada pada pada ujung kampung dukuh tersebut, Senin (2/10/2023). (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN – Dukuh Sawit, Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah menjadi salah satu perkampungan di Kabupaten Klaten yang mengalami krisis air bersih di musim kemarau ini.

Sumur-sumur warga di tengah kampung yang disebut-sebut tempatnya cikal bakal angkringan itu mengering.

Advertisement

Sawah-sawah mengering dan tak digunakan untuk bercocok tanam dengan kondisi tanah merekah.

Tak ada air untuk mengairi sawah menjadi alasan warga tak menggarap lahan pertanian mereka yang sistem irigasinya bergantung pada hujan.

Kekeringan melanda kampung yang terdiri dari tiga RT itu sekitar empat bulan terakhir.

Advertisement

Warga mengandalkan air bersih dari datangnya bantuan atau membeli ketika kebutuhan air bersih berlebih.

Sejak mengalami kekeringan, bantuan air bersih berdatangan dari pemerintah maupun elemen masyarakat ke Dukuh Sawit.

Beberapa bak tandon air bantuan terpasang di beberapa lokasi kampung itu.

Sumber air bersih terdekat yang menjadi andalan warga saban kemarau tiba yakni sumur yang ada di tengah area persawahan.

Advertisement

Setidaknya untuk 40 keluarga di satu wilayah RT yang berdekatan. Jarak perkampungan dengan sumur itu puluhan meter.

Sumur berada di bawah pohon randu. Di sebelah sumur terdapat bilik.

Meski kondisi persawahan di sekitar sumur mengering, air terus mengalir dari dasar sumur tersebut.

Saban hari, warga ngangsu ke sumur tua itu terutama saat pagi dan sore. Mereka berbondong-bondong mendatangi sumur membawa jeriken dan bergantian menimba air.

Advertisement

Sumur yang tak pernah surut itu berkedalaman belasan meter. Jalan cor di pinggir kampung menjadi akses menuju sumber air kehidupan warga setempat itu.

Suasananya ramai saban pagi serta sore. Warga bedatangan menaiki sepeda kayuh serta sepeda motor.

Suasana warga ngangsu itu seperti yang terlihat pada Senin (2/10/2023) sekitar pukul 16.00 WIB.

Sebanyak tiga ibu datang menggunakan sepeda kayuh dan seorang pria mengendarai sepeda motor.
Warga bergegas pulang membawa jeriken penuh air.

Advertisement

Meski beban yang dibawa tak ringan dengan kontur jalan dari sumur menuju kampung agak menanjak, ibu-ibu yang sore itu berdatangan terlihat terbiasa mondar-mandir ngangsu menggunakan sepeda kayuh.

Salah satu warga, Sugeng, 53, mengatakan setiap hari mengambil air bersih dari sumur itu.

Dalam sehari, dia bisa bolak-balik ngangsu hingga total 15-20 jeriken air bersih dari sumur.

Air itu dia gunakan untuk kebutuhan memasak, minum, mencuci, hingga mandi. Warga memilih ngangsu lantaran menghemat pengeluaran.

Pasalnya, jika membeli air bersih butuh biaya hingga Rp350.000 per tangki.

Sugeng mengatakan warga sudah berupaya menggali sumur di dekat rumah demi mendapatkan akses air bersih dan digadang-gadang bisa mencukupi kebutuhan saat kemarau tiba.

Advertisement

Namun, air tak keluar meski digali hingga kedalaman lebih dari 80 meter. Ada airnya pun saat musim hujan. Ketika kemarau tiba, air sumur mengering.

“Ada saudara-saudara yang bikin sumur. Ada yang mengebor dan ada yang menggali. Ternyata tidak mendapatkan air. Alhamdulillah kalau sumur ini [yang ada di area persawahan] masih terus keluar airnya. Airnya bersih,” kata Sugeng saat ditemui di sela aktivitas ngangsu.

Sugeng menjelaskan hanya dua keluarga yang menggunakan pompa air untuk mengalirkan air dari sumur tersebut ke rumah mereka.

Jarak rumah warga itu yang paling berdekatan dengan sumur. Sementara, warga lainnya termasuk Sugeng yang jarak rumahnya sekitar 600 meter memilih ngangsu.

“Ada dua yang menggunakan pompa air. Itu hanya yang dekat-dekat saja. Kalau yang jauh seperti saya ini ya ambilnya tetap seperti ini [ngangsu]. Kalau dialirkan sampai ke perkampungan tidak memungkinkan,” ungkap Sugeng.

Sugeng mengatakan di dekat kampungnya ada sumur Pamsimas. Sumur bantuan pemerintah itu sempat bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga saat kemarau tiba.

Namun beberapa tahun terakhir sumur Pamsimas itu macet.

“Sempat dimanfaatkan selama lima tahun. Tetapi kondisinya saat ini macet karena ada perlengkapan yang rusak,” jelas pria yang menjadi pedagang warung angkringan di Jogja itu.

Sugeng berharap ada bantuan untuk mengatasi permasalahan krisis air bersih yang saban tahun dialami warga di Dukuh Sawit.

Dia berharap sumur Pamsimas yang sudah ada bisa diperbaiki dan mengalir lagi untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga.

“Kalau boleh memohon, semoga ada bantuan,” jelas dia.

Warga lainnya, Pariyem, mengatakan saban hari dia biasa mengambil air bersih dari sumur itu sekitar lima jeriken.

“Dengan lima jeriken cukup untuk keluarga saya memasak, mandi, serta mencuci. Kalau bantuan air bersih sudah ada,” kata Pariyem.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif