SOLOPOS.COM - Ilustrasi menikah. (Freepik.com)

Solopos.com, WONOGIRI — Angka pernikahan di Wonogiri cenderung menurun dari tahun ke tahun. Pernikahan dipandang tidak lagi menjadi sesuatu yang mendesak bagi anak muda karena berbagai alasan.

Alasan itu mulai dari trauma melihat kegagalan rumah tangga orang lain hingga menjadi generasi sandwich karena menanggung hidup keluarga. Salah satu warga Wonogiri, Nonna Parawuri, termasuk yang memilih menunda menikah meski umurnya sudah 32 tahun.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Ia sama sekali tidak ambil pusing dengan status lajangnya saat ini. Dia lebih memilih fokus membangun karier dan mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Alih-alih memikirkan pernikahan, perempuan asal Wonogiri ini lebih memprioritaskan menjadi perempuan yang independen secara finansial.

Ada alasan mendasar mengapa pernikahan tidak lagi menjadi prioritasnya. Nonna mengaku kerap sekali melihat permasalahan rumah tangga di lingkungan sekitarnya.

Perselingkuhan hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami teman-temannya membuat dia berpikir dua kali untuk menikah. Belum lagi permasalahan dengan orang tua atau mertua.

“Kalau mau nikah itu jadi gila [takut]. Sekarang mindset saya yang penting memapankan ekonomi dulu,” kata Nonna saat berbincang dengan Solopos.com, Jumat (7/6/2024).

Kendati demikian, Nonna yang memiliki usaha agen produk skincare itu mengaku tetap masih mempunyai keinginan menikah. Hanya, tidak dalam waktu dekat. Orang tua dia sebenarnya juga sudah berulang kali mendorongnya agar segera menikah, terutama saat dia berusia 25-30 tahun.

Tetapi setelah mengetahui bahwa dia bisa menghidupi diri sendiri, bahkan menanggung biaya keluarga, orang tuanya tidak terlalu menekan dia untuk menikah. Status single juga tidak menjadi beban bagi Nonna.

Terlebih di circle pertemanannya, banyak pula perempuan yang masih melajang meski sudah berusia lebih dari 30 tahun. Waktu yang dimiliki juga lebih banyak untuk orang tua.

Lebih Leluasa dan Bebas Beraktivitas

“Teman saya kan enggak hanya di Wonogiri ya. Saya sering juga ke Solo ketemu teman-teman yang juga sama-sama jadi entrepreneur. Jadi kalau kita mapan, kayaknya tidak butuh-butuh banget laki-laki ya. Kecuali kalau itu buat status saja [pernikahan],” ujar dia.

Beruntung, kata Nonna, orang-orang di sekitar rumahnya tidak julid dengan keputusannya menunda nikah. Walaupun belum menikah, Nonna tetap menjalin hubungan asmara dengan laki-laki. Bahkan pada tahun lalu sudah hampir melanjutkan ke jenjang pelaminan.

Sayangnya hal itu terbentur dengan aturan dari Mahkamah Agung yang melarang pernikahan beda agama. “Habis itu ya sudah, enggak yang bagaimana-bagaimana juga,” ucapnya.

Nonna menyebut sebagai seorang single, dia lebih leluasa dan bebas beraktivitas. Dia bahkan bisa sesuka hati berjalan-jalan atau berwisata tanpa harus memikirkan suami. Namun begitu, dia tidak memungkiri ada hal lain yang membayangi hidupnya yang sampai saat ini belum menikah.

”Saya kan perempuan ya. Artinya ke depan pasti punya anak. Masalahnya kalau semakin tua kan kasihan anaknya juga kalau punya ibu sudah terlalu tua. Sebenarnya ada opsi child free. Tetapi itu pasti bertentangan dengan keluarga,” ucapnya.

Alif, 30, juga memilih menunda menikah karena merasa belum cukup mapan secara finansial. Laki-laki pekerja swasta itu mengatakan harus mempunyai sejumlah tabungan dengan besaran tertentu dulu untuk menikah. Menurutnya, dengan memiliki tabungan, setidaknya ada uang yang bisa diandalkan ketika berumah tangga.

Menurut warga Wonogiri ini, urusan finansial sangat krusial di dalam rumah tangga. Sebab pada kenyataannya, banyak perceraian yang berakar dari masalah ekonomi keluarga. “Yang saya takutkan lebih ke situ. Kalau pernikahannya sih mudah, yang sulit itu hidup after nikahnya,” ungkap Alif.

Orang tua alif juga tidak menekan dia agar segera menikah. Selain itu, teman-teman di lingkungan rumah dan kerja sangat suportif. “Kadang ada teman-teman yang mau mengenalkan saya sama orang lain. Itu saya anggap sebagai support,” kata dia.

Sementara itu, Yusuf Adi, 40, mengaku belum kawin karena terbentur kondisi keluarga. Pada usia 20-30 tahun, dia menjadi generasi sandwich karena menanggung beban hidup keluarganya.

Dua orang tuanya sakit, ditambah ada simbah yang tidak bekerja. Dia mesti menghidupi keluarganya. Waktunya banyak dihabiskan untuk memastikan tetap bertahan hidup.

Pertimbangkan Kondisi Pasangan

“Fase hidup laki-laki itu, diuripi, urip, nguripi. Nah ketika saya harusnya itu urip [independen tidak bergantung orang tua], malah sudah nguripi orang tua. Terus saat waktunya nguripi [istri dan anak-anak], saya juga masih nguripi orang tua. Itu bukan sesuatu yang saya sesali, bukan. Tetapi memang jalan hidupnya begitu,” jelasnya.

Sekarang, beban itu sudah mulai berkurang. Yusuf sudah memiliki usaha sendiri dengan berwiraswasta. Begitu pula sudah menjalin hubungan dengan pacar lebih kurang 10 tahun. Akan tetapi, mereka terhalang dengan perbedaan agama. Di sisi lain, ada persoalan antara pasangannya dengan orang tua.

“Kalau saya sih kalau pun sekarang nikah siap-siap saja. Tetapi kan saya tetap mempertimbangkan kondisi pasangan saya. Cuma yang saya khawatirkan itu soal umur. Saya sudah 40 tahun, kalau punya anak kan berarti dia punya bapak yang sudah tua. Tetapi walaupun saya nanti tidak punya anak, saya sudah siap,” ucapnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah, angka pernikahan di Wonogiri cenderung menurun dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu enam tahun terakhir, jumlah pernikahan di Wonogiri paling banyak terjadi pada 2018 sebanyak 9.026 pernikahan.

Setahun kemudian, pada 2019, jumah pernikahan turun drastis menjadi 7.641. Pada 2020, angka pernikahan di Wonogiri turun lagi menjadi 6.927. Paling rendah, jumlah pernikahan terjadi pada 2023 yaitu sebanyak 6.579 atau turun 3,8% dibanding tahun sebelumnya.



Tren penurunan jumlah pernikahan ini ternyata tidak hanya terjadi di Wonogiri. Kabupaten/kota di Soloraya juga mengalami hal serupa. Misalnya di kabupaten terdekat Wonogiri, Sukoharjo.

Jumlah pernikahan pada 2018 di kabupaten ini mencapai 6.457. Sejak saat itu, jumlah pernikahan pada tahun-tahun selanjutnya terus turun. Pada 2023 jumlah pernikahan di Kabupaten Makmur ini tercatat sebanyak 5.327.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya